Terkini

Transparansi Baznas Samarinda Disorot, Data Pengelolaan Dana Umat Diklaim Rahasia

person access_time 4 years ago
Transparansi Baznas Samarinda Disorot, Data Pengelolaan Dana Umat Diklaim Rahasia

Kepala Bagian Umum Baznas Samarinda Mukran Badrun. (nalendro priambodo/kaltimkece.id)

Negara mengatur keterbukaan dalam berbagai hal yang bersifat publik. Namun ketentuan tersebut masih kerap dianggap sepele.

Ditulis Oleh: Nalendro Priambodo
Selasa, 08 Oktober 2019

kaltimkece.id Sengketa perselisihan informasi masuk meja Komisi Informasi (KI) Kaltim. Kali ini lembaga yang dipersoalkan adalah Badan Amil Zakat (Baznas) Samarinda. Sang pelapor adalah Buyung Marajo, warga Samarinda.

Berbekal Undang-Undang 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, ia meminta badan resmi bentukan pemerintah itu terbuka soal kinerja, sesuai tugas dan fungsinya. Yakni menghimpun dan menyalurkan zakat, infak, dan sedekah (ZIS).

Buyung menceritakan awal proses permohonan data dan informasi hingga akhirnya bersengketa. Semula, lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang ia pimpin, Pokja 30, menerima aduan publik. Mempertanyakan transparansi penerimaan dan penyaluran ZIS di Baznas Samarinda.

Menguji dan menindaklanjuti laporan itu, Pokja 30 yang selama ini berkecimpung di pengawasan pelayanan publik, langsung melayangkan surat permohonan. Berupa data dan informasi publik ke Baznas Samarinda. Persisnya 24 Juni 2019.

Acuannya pemohon adalah UU 14/2008. Dalam poin b, disebutkan bahwa hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia. Keterbukaan informasi publik juga salah satu ciri penting negara demokratis. Menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik.

Sedangkan dalam pasal 1 ayat dua dan tiga, menyebutkan informasi publik merupakan informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik. Berkaitan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai undang-undang. Serta informasi lain yang berkaitan kepentingan publik.

Sementara ayat tiga menuliskan bahwa badan publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan penyelenggaraan negara. Yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD. Atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.

“Kami bersurat menggunakan nama Pokja 30 dan saya lampirkan KTP,” kata Buyung, Selasa, 8 Oktober 2019 di Kantor KI Kaltim, Jalan Basuki Rahmat.

Sayangnya, hingga 10 hari kerja, Baznas Samarinda tak kunjung merespons. Ada 18 permohonan data dan informasi publik yang diminta. Pokja 30 dan Buyung kembali bersurat pada 8 Juli 2019. Dokumen yang diminta antara lain penerimaan dan pendistribusian dana zakat, infaq, dan sadaqoh dalam kurun 2016-2018. Juga salinan rancangan anggaran kegiatan tahun anggaran 2016-2018. Selain itu, salinan dokumen hak dan operasional amil tiga tahun terakhir. Hingga susunan karyawan dan staf Baznas Samarinda.

Permohonan kali kedua juga tak diindahkan. Mengikuti undang-undang, Pokja 30 menunggu hingga 30 hari kerja. Karena tak kunjung direspons, akhirnya diajukan sengketa perselisihan informasi ke KI Kaltim. Sidang mediasi direncanakan Kamis, 10 Oktober 2019.

Yang Pokja 30 sesalkan, selama proses permohonan lisan, Baznas Samarinda terkesan menutup-nutupi informasi dan data publik tersebut. Bahkan, oleh oknum Baznas, ia sempat dituduh mengancam menggunakan Undang-Undang KIP.

Padahal, sebagai badan yang mengumpulkan, mengelola, dan menyalurkan dana publik, Baznas wajib menyampaikan transparansi capaian kinerja ke publik. Apalagi dari penelusuran di website Baznas Samarinda, tak ditemukan laporan audit keuangan.

Padahal, upaya mendorong transparansi keuangan memiliki banyak keuntungannya. Baik bagi pembayar ZIS maupun Baznas sendiri. Si pembayar zakat bisa mengetahui transparansi uang atau benda yang disumbangkan. Sedangkan Baznas mendapat tambahan kepercayaan publik. Karena transparan mengelola dan menyalurkan ZIS, ujung-ujungnya hak amil zakat pengelola ZIS bertambah.

“Artinya, kalau masyarakat percaya akan meningkatkan persentase hak amil zakat sendiri. Kepercayaan itu memberikan nilai tambah bagi penerima juga,” kata Buyung, direktur Pokja 30 tersebut.

Sayangnya, dengan sikap pengurus Baznas Samarinda yang tak mengindahkan permohonan informasi publik, dikhawatirkan jadi bumerang. Imbasnya adalah kepercayaan publik, dalam hal ini umat. “Kalau tidak terbuka, ‘kan ada kecurigaan. Kenapa tertutup dan tidak transparan? Kalau tidak dipercaya, penerimaan amil akan berkurang,” katanya.

Sedari awal, lembaganya ditegaskan tak punya tendensi apapun. Niatnya hanya mengawal keikutsertaan publik. Mengawal dana pembangunan. Apalagi diatur undang-undang. “Masa Baznas Samarinda kalah dengan masjid? Di masjid saja, tiap salat Jumat mereka umumkan penggunaan dana,” ucapnya.

Berkas Rahasia

Kepala Bagian Umum Baznas Samarinda, Mukran Badrun, membenarkan permohonan Pokja 30 pada 24 Juni dan 8 Juli 2019. Namun demikian, Pokja 30 dinilai tak punya hubungan kerja dengan Baznas Samarinda. Karena itu jua, Baznas merasa tak perlu memberikan data dan informasi yang diminta.

Bahkan, kata dia, selama puluhan tahun belum satupun organisasi maupun pemerintah meminta data seperti yang dimohonkan. Badrun menganggap ada perbedaan tafsir informasi dan data dalam Undang-Undang KIP.

Informasi disebut Baznas hanya sebatas lisan. Sedangkan data berbentuk berkas, berkali-kali disebut rahasia. “Ini kan kantor negara. Ada hal yang secret,” terang Badrun. “Data dan laporan tahunan kami tak memberi. Itu menyangkut instansi kami,” sambungnya.

Badrun tak mempermasalahkan Pokja membawa persoalan tersebut ke KI. Badrun masih menganggap badan yang ia wakili terbuka soal penyaluran dana. Misalnya bantuan ke fakir miskin, korban kebakaran, dan lain sebagainya.

Menurut Ketua Komisioner KI Kaltim, Muhammad Khaidir, peraturan Komisi Informasi 1/2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik, terang menjelaskan apa saja informasi publik yang wajib diumumkan dan dipublikasikan berkala. Di antaranya APBD, APBN, termasuk sumbangan masyarakat, baik dari dalam dan luar negeri.

Lembaga yang mengelola sebagian atau seluruhnya, wajib mempublikasikan. Baik itu eksekutif, legislatif, yudikatif, LSM, organisasi kepemudaan, tak terkecuali badan publik seperti Baznas. “Kalau Baznas mengelola uang umat, itu informasi publik yang wajib diumumkan dan disediakan berkala,” kata Khaidir, ditemui di kantornya, Jalan Basuki Rahmat, Selasa, 9 Oktober 2019.

Mengacu Undang-Undang KIP, setiap warga negara Indonesia memiliki hak terkait informasi publik. Baik lewat permohonan lisan maupun nonlisan. Jika masih ada keberatan, berhak disengketakan ke KI.

“Masyarakat, apalagi umat, berhak mengetahui anggaran yang dikelola lembaga. Termasuk Baznas. Kalau menyangkut anggaran, pelaksanaan anggaran, sampai realisasi, dan laporan teraudit, wajib diumumkan ke masyarakat,” urainya.

Penjelasan alur permohonan data publik sampai sengketa ke KI yang disampaikan Khaidir, persis dengan jalur yang ditempuh Pokja 30. KI tidak boleh menolak permohonan sengketa dari publik. Setelah mendapat nomor registrasi perselisihan, majelis persidangan di KI yang berjumlah ganjil akan menguji perkara.

Pada tahap awal, ada empat penilaian yang diuji. Yakni pemeriksaan awal, legal standing pemohon berupa identitas, juga menilai apakah termohon badan publik atau bukan. Sedangkan terakhir adalah uji data yang diminta untuk disesuaikan ruang lingkup kerja KI Kaltim.

Jika proses berlanjut, baru ditentukan masuk mediasi atau tidak. Jika bukan informasi yang dikecualikan, badan publik tak boleh menutupi.

Selanjutnya, pembuktian menghadirkan saksi ahli dari berbagai pihak. Diakhiri sidang kesimpulan dan putusan. Proses persidangan bisa 7-10 seksi. “Di undang-undang, dibatasi 100 hari kerja,” katanya.

Sejatinya, jelas Khaidir, Undang-Undang KIP lahir untuk meningkatkan hak partisipasi masyarakat mengawasi pembangunan. Karenanya, ia berharap badan yang mengelola dana publik tak alergi atas transparansi. Lembaga yang transparan justru dicintai. Cenderung mengajak masyarakat berpartisipasi mengawasi.

“Lahirnya Undang-Undang KIP untuk menghindari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Karena masyarakat mengawasi langsung,” katanya.

Undang-undang tersebut juga tak berdiri sendiri. Beriringan dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, KUHP, serta aturan pelayanan publik lainnya. Prinsipnya, KI hanya menilai informasi yang disengketakan terbuka bagi publik atau tidak. Pemohon yang tak puas, bisa membawa ke ranah pidana dengan undang-undang di luar KIP. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar