Ekonomi
Jalan Pramuka, Potensi Besar dengan Fasilitas Publik Minim
Jalan Pramuka di Samarinda. Punya potensi ekonomi yang besar tetapi minim fasilitas publik. FOTO: GOOGLE STREET VIEW
Ratusan juta rupiah uang berputar setiap bulan di Jalan Pramuka. Potensi besar dari sebuah jalan yang minim fasilitas publik.
Ditulis Oleh: Hafidz Prasetiyo
Minggu, 19 Februari 2023
kaltimkece.id Gemerincing bel meja mencuri perhatian Sadiah. Pemilik usaha penatu di Jalan Pramuka itu bergegas keluar. Seorang lelaki rupanya membunyikan bel tersebut kemudian menyodorkan secarik kertas. Sadiah sudah tahu tugasnya. Ia mengambil tumpukan pakaian bersih yang dibungkus tas plastik.
Begitulah kesibukan Sadiah sehari-hari. Ia membuka usaha pencucian pakaian lima tahun silam dengan modal Rp 10 juta. Omzetnya sekarang sekitar Rp 5 juta per bulan. Kebanyakan konsumen Sadiah adalah mahasiswa yang indekos di sekitar Jalan Pramuka. Sadiah bisa menerima pesanan sekitar 50 kilogram pakaian kotor dalam sehari. Ia juga membuka jasa antar-jemput pakaian.
“Sepertinya, banyak usaha di sini yang tumbuh dengan baik,” tutur Sadiah kepada kaltimkece.id, Kamis, 16 Februari 2023.
Jalan Pramuka adalah “kampung mahasiswa” terbesar di Samarinda. Secara administratif, jalan sepanjang 650 meter tersebut milik dua kelurahan. Di sebelah utara masuk Kelurahan Sempaja Selatan, Kecamatan Samarinda Utara, di sebelah selatan milik Kelurahan Gunung Kelua, Kecamatan Samarinda Ulu.
Ramai usaha berkembang di Jalan Pramuka sejak dulu kala. Deretan toko di jalan yang memiliki sekitar 20 gang itu menyediakan perlengkapan alat tulis kantor, fotokopi, peralatan komputer, penjual pulsa, termasuk aneka kuliner. Beragam makanan dijual dengan harga murah meriah. Sementara di bagian dalam gang-gang, kebanyakan diisi rumah indekos yang menyediakan kamar sewa.
Hariadi adalah seorang mahasiswa dari Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Ia tinggal di sebuah indekos di Jalan Pramuka. Mahasiswa Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman, itu mengakui, keperluannya sehari-hari bisa terpenuhi tanpa harus keluar dari Jalan Pramuka.
“Sampai sembako pun tersedia. Sayangnya, jalan ini sudah terlampau padat,” sebutnya.
Hariadi menilai, kondisi Jalan Pramuka sudah memerlukan pembenahan. Di beberapa titik di ruas jalan tersebut sempit. Parkir kendaraan di tepi jalan menambah keruwetan. Ketika kendaraan roda empat berpapasan, lahir kemacetan walau barang sebentar. Belum lagi banjir ketika hujan deras.
“Syukurnya, banjir sekarang lebih cepat turun, tidak berhari-hari lagi tergenang,” akunya.
Perputaran uang di Jalan Pramuka begitu besar. Dari situlah, kawasan ini menyumbang pendapatan asli daerah (PAD) bagi Samarinda. Menurut catatan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Samarinda, ada empat jenis pajak yang dipungut di Jalan Pramuka. Pajak rumah indekos dan pajak makanan merupakan yang terbesar selain pajak bumi bangunan. Besaran dua item pajak itu sepanjang 2022 adalah Rp 79 juta untuk pajak rumah kos dan Rp 46 juta untuk pajak restoran.
Sesuai Peraturan Daerah Samarinda 9/2019 tentang Pajak Daerah, besaran pajak untuk rumah indekos yaitu 5-7 persen bergantung jumlah kamar. Apabila pajak indekos di Jalan Pramuka sebesar Rp 79 juta, artinya omzet keseluruhan usaha itu menembus Rp 1,12 miliar setahun. Jumlah itu yang disetor 48 pemilik rumah indekos di Jalan Pramuka.
Pajak rumah makan lebih tinggi lagi menurut perda. Besarannya 10 persen. Dengan demikian, pendapatan seluruh restoran di Jalan Pramuka, ditinjau dari pajak yang disetor 24 restoran, adalah Rp 460 juta setahun.
“Ketiga jenis pajak yakni PBB, pajak rumah kos, dan pajak rumah makan, adalah penyumbang PAD terbesar di Jalan Pramuka,” demikian Hermanus Barus, Kepala Bapenda Samarinda, kepada kaltimkece.id.
Bapenda belum menarik retribusi parkir. Hanya retribusi parkir di retail modern yang dipungut dengan metode pembayaran langsung oleh pemilik usaha. Jenis usaha kecil seperti penyedia ATK dan penatu juga belum dipungut pajak. “Kami sesuaikan dengan peraturan,” kata Hermanus.
Fasilitas Publik Minim
Fahrial Junaidi adalah ketua RT 06 Kelurahan Sempaja Selatan. Ia sudah tinggal di kawasan tersebut selama puluhan tahun. Ketika pertama kali datang pada 1999, Fahrial menjelaskan bahwa Jalan Pramuka masih kecil saat itu. Tidak banyak pula jenis usaha yang tersedia.
Dua puluh empat tahun kemudian, keadaan sudah jauh berbeda. Pertumbuhan penduduk meningkat tajam. Sayangnya, kata dia, tidak diikuti peningkatan fasilitas publik. Masih banyak infrastruktur yang mesti ditata ulang atau bahkan ditambah.
“Bahkan, Jalan Pramuka sampai sekarang tidak memiliki trotoar,” tutur Fahrial. Padahal, banyak mahasiswa di kawasan tersebut yang berjalan kaki dari warung ke warung. “Selain trotoar, menurut saya yang penting adalah perbaikan drainase. Jalan ini masih sering kebanjiran. Drainase saat ini kecil dan kurang dalam,” sambungnya.
Tanpa pembenahan, Fahrial menilai, Jalan Pramuka bisa makin semrawut. Beberapa pedagang malah memanfaatkan drainase sebagai tempat jualan. Ia mengaku, sudah melaporkan persoalan tersebut kepada kelurahan.
Perbaikan jalan juga perlu mendapat perhatian. Jalan lingkungan yang menghubungkan antargang di Jalan Pramuka adalah contohnya. Usulan lain yang dinanti warga adalah pemindahan tempat pembuangan sementara (TPS). Fahrial mengaku, sudah mendengar rencana pemindahan TPS sejak 2021. Keberadaan TPS di dekat lapangan sepak bola disebut sangat mengganggu.
“Bikin macet karena TPS itu di pinggir jalan. Kalau sampah menumpuk, tak jarang masuk ke drainase,” katanya.
Dari pengamatan kaltimkece.id, fasilitas publik di Jalan Pramuka bisa dikatakan minim. Selain lapangan sepak bola yang lahannya milik Pemprov Kaltim, kawasan tersebut tak memiliki ruang terbuka hijau. Jalur bagi pedestrian bisa dibilang tidak bersahabat. Padatnya pelaku usaha di tepi jalan juga tidak diimbangi dengan lahan parkir yang memadai. Faktanya, termasuk Jalan Perjuangan, pemilik usaha yang menyediakan lahan parkir bisa dihitung dengan jari.
Akademikus dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unmul, Purwadi, menilai bahwa Jalan Pramuka adalalah sentra ekonomi strategis. Potensi ekonominya amat besar karena dekat dengan berbagai kampus. Itu sebabnya, perlu penataan oleh Pemkot Samarinda. Jumlah pelaku usaha harus didata ulang untuk memudahkan perizinan dan menghitung PAD.
“Perlu juga dibuat database pelaku usaha. Dengan begitu, bisa diambil kebijakan yang tepat,” tuturnya.
Kedua hal tersebut adalah modal untuk mendongkrak potensi ekonomi. Pemasukan kas daerah juga terpetakan dengan baik. Jika bicara potensi PAD, menurut Pruwadi, masih belum jelas.
Purwadi menambahkan, potensi ekonomi di Kota Tepian memiliki ciri khas sesuai tempat masing-masing. Pemkot Samarinda mesti memaksimalkan potensi tersebut sekaligus menjamin kenyamanan penduduk. Baik para pelaku ekonomi maupun warga yang mendiami kawasan tersebut. Jalan Pramuka dinilai sangat memerlukan fasilitas publik yang layak.
“Jangan lupa, walaupun (usaha) kecil, pelaku usaha ini tahan banting sekaligus menyumbang kas daerah,” ingatnya. (*)