Ekonomi

Kandasnya Swasembada Beras

person access_time 1 year ago
Kandasnya Swasembada Beras

Lahan pertanian dan pertambangan di Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara. FOTO: ARSIP KALTIMKECE.ID

Produksi beras Kaltim melorot tajam dua tahun terakhir. Swasembada beras di Bumi Etam pun kian jauh panggang dari api. 

Ditulis Oleh: Hafidz Prasetiyo
Kamis, 02 Februari 2023

kaltimkece.id Produksi beras di Kaltim menyusut tajam dua tahun belakangan. Satu dari antara penyebabnya ialah lahan panen di Bumi Etam berkurang hingga 7.000 hektare. Sebagian besar sawah dan ladang ditengarai lenyap karena alih fungsi lahan. Swasembada pangan pun tinggal angan. 

Naik-turun produksi beras Kaltim dapat dilihat dari catatan Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura (DPTPH) Kaltim. Dalam lima tahun terakhir, produksi beras tertinggi adalah pada 2020 yaitu 152.649 ton. Produksi Kaltim terus merosot setelah itu. Pada 2021, hasil beras Kaltim turun 5 persen atau menjadi 142.321 ton. Pada 2022, hanya 135.030 ton.

Kepada kaltimkece.id, Kepala Bidang Produksi Tanaman Pangan, DPTPH Kaltim, Diah Adiaty Yahya, menyampaikan penjelasan. Pangkal masalahnya ialah luas panen lahan yang berkurang. Pada 2020, luas padi sawah dan ladang yang panen di Kaltim menembus 73.568 hektare. Sementara pada 2021 dan 2022 berkurang tinggal 66.269 hektare dan 64.031 hektare. Dengan demikian, ada 7.299 hektare lahan pada 2020 yang tidak dipanen per 2021. 

“Faktor utamanya adalah alih fungsi lahan pertanian. Saya tidak mengetahui pasti lahan pertanian tersebut berubah menjadi apa,” terang Diah ketika ditemui di ruang kerjanya, Selasa, 1 Februari 2023.  

Desain grafik: M NAUVAL-KALTIMKECE.ID
 

Faktor lain adalah tenaga kerja petani yang berkurang. Diah mengaku, kaum muda saat ini enggan menjadi petani. Tenaga kerja pertanian tidak memiliki keberlanjutan. Persoalan ini akhirnya berpengaruh kepada kemampuan pengelolaan lahan pertanian. 

“Contohnya, seorang petani, saat bersama anaknya, bisa menggarap lahan sawah 2 hektare. Ketika anaknya tidak melanjutkan, luas lahan yang digarap ikut berkurang,” tuturnya. 

Usia petani di Kutai Kartanegara sebagai lumbung padi di Kaltim dapat menggambarkan pernyataan tersebut. Menurut salinan Badan Pusat Statistik Kaltim, ada 68.384 petani di kabupaten tersebut. Sebanyak 6.432 orang (9 persen) berusia lebih dari 65 tahun, lalu 12.736 orang (18,6 persen) berusia 55-64 tahun, dan 20.650 orang (30,2 persen) berusia 45-54 tahun. Itu berarti, sebesar 57,8 persen petani Kukar berumur di atas 44 tahun.

Kelompok umur petani di Kukar selanjutnya adalah 19.879 orang (29 persen) berusia 35-44 tahun dan 8.158 orang (11,9 persen) berusia 25-34 tahun. Yang patut menjadi perhatian adalah hanya 529 orang (0,77 persen) petani Kukar yang berusia di bawah 25 tahun. 

Desain grafik: M NAUVAL-KALTIMKECE.ID
 

Dihubungi terpisah, pegiat pertanian di Kaltim yang tergabung dalam Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional, Uri Dharma Putera, memberikan pendapat. Ia menilai permasalahan mendasar dari turunnya produksi beras di Bumi Etam adalah lahan pertanian yang menyusut. Ditambah lagi, kurangnya minat anak muda menjadi petani. Lahan pertanian pun banyak yang terbengkalai.

“Hingga akhirnya secara rasional lebih baik (lahan) dijual atau dialihfungsikan,” ujar Uri.  

Harga lahan yang kian tinggi turut membuat para petani tergiur. Baik itu untuk kawasan permukiman maupun areal pertambangan. Perkembangan penduduk yang pesat juga membuat lahan-lahan pertanian terdesak. 

“Jadi, bagi petani kita yang sudah tua atau sepuh, menjadi lebih rasional menjual lahan. Tidak ada lagi penerus untuk menggarap lahan mereka,” ulasnya.  

Swasembada Makin Jauh

Menurut rilis Kementerian Pertanian pada 2018, Kaltim harus memproduksi 500 ribu ton gabah kering giling (GKG) jika ingin mencapai swasembada beras. Pada tahun yang sama, produksi Kaltim adalah 241.398 ton GKG. Artinya, Kaltim baru memenuhi 48 persen kebutuhan berasnya. 

Tiga dan empat tahun kemudian, pada 2021 dan 2022, Kaltim malah menjauh dari swasembada. Produksi padi Kaltim pada 2021 hanya 244.680 ton GKG (48 persen dari swasembada) dan pada 2022 sebesar 232.140 ton GKG (46 persen). 

Dari fakta tersebut, Uri menyarankan, Pemprov Kaltim segera mengambil kebijakan. Kaltim bakal menjadi daerah penyokong Ibu Kota Negara Nusantara. Kebutuhan pangan makin tinggi nantinya seiring meningkatnya jumlah penduduk. 

Kembali ke Diah dari DPTPH Kaltim, ia menyebutkan bahwa Pemprov menyiapkan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LPPB). Tujuannya mengantisipasi menyusutnya lahan pertanian. LPPB juga berfungsi memastikan lahan pertanian yang tersedia tidak bisa tidak difungsikan untuk kepentingan lainnya. Setiap kabupaten/kota di Kaltim sudah diminta untuk menyiapkan langkah ini. 

“Sejauh ini baru tiga daerah yang telah membuat LPPB. Bontang, Samarinda, dan Paser. Yang lain masih berproses,” urainya.  

Jika luas lahan pertanian bisa menjadi autentik melalui LPPB, penyusutan lahan bisa dihindari. Bakal ada sanksi yang dijatuhkan kepada pemilik jika lahan beralih fungsi. Bentuk sanksi adalah denda. “Sementara kami bakal memperkuat melalui peraturan daerah sebagai payung hukumnya,” bebernya.   

Upaya yang lain adalah peningkatan intensitas panen di Kaltim. Selama ini, lahan pertanian masih didominasi sekali panen dalam setahun. Meskipun ada lahan yang bisa empat kali panen setahun, jumlahnya tidak banyak. “Itu yang selama ini coba kami tingkatkan. Meskipun, sejauh ini masih sulit,” kata Diah.  

Diah Adiaty Yahya, kepala Bidang Produksi Tanaman Pangan, DPTPH Kaltim. FOTO: HAFIDZ PRASETIYO-KALTIMKECE.ID
 

Pemakaian bibit unggul varietas padi juga jadi andalan untuk meningkatkan hasil panen. Akan tetapi, masih banyak sawah bertipe tadah hujan untuk mendongkrak intensitas panen tahunan. Lahan pertanian seperti itu sangat bergantung kepada air hujan yang tidak bisa diprediksi. “Kami menyiapkan infrastruktur irigasi dan pupuk subsidi untuk hal ini,” tuturnya.   

Pemprov menyiapkan sentra pertanian di beberapa kabupaten sebagai upaya meningkatkan hasil panen. Daerah yang selama ini dipakai sebagai lumbung padi Kaltim adalah Kutai Kartanegara, Penajam Paser Utara, dan Paser. Di daerah tersebut disiapkan pusat penggilingan padi skala besar. 

“Saat ini Berau juga coba didorong untuk menjadi sentra pertanian,” tutupnya. (*) 

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar