Kutai Kartanegara

Dilema Besar APBD Kukar

person access_time 1 year ago
Dilema Besar APBD Kukar

Pemkab dan DPRD Kukar saat pengesahan APBD 2023 di ruang rapat paripurna, Jumat, 10 Oktober 2022. FOTO: DPRD KUTAI KARTANEGARA

Dua tahun berturut-turut, APBD Kukar yang tak terserap mencapai 15 persen dari total anggaran. SILPA tahun lalu bahkan menembus Rp 1,2 triliun. APBD besar ternyata menimbulkan dilema. 

Ditulis Oleh: Aldi Budiaris
Rabu, 08 Maret 2023

kaltimkece.id Ketok palu pimpinan sidang yang dipegang Ketua DPRD Kutai Kartanegara, Abdul Rasid, terdengar di ruang rapat paripurna. Pada Jumat malam, 28 Oktober 2022, Pemkab bersama DPRD menyepakati Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Kukar 2023 sebesar Rp 7,24 triliun. 

Sisi pemasukan APBD Kukar 2023 sebesar Rp 7,24 triliun diproyeksi dari pendapatan asli daerah Rp 640 miliar. Kemudian, transfer dari pusat sebesar Rp 6,6 triliun. Sementara sisi belanja jumlahnya Rp 7,74 triliun. Sebesar Rp 4,49 triliun dianggarkan buat belanja pegawai, barang dan jasa, hibah, dan bantuan sosial. 

Ketua Komisi II DPRD Kukar, Sopan Sopian, meminta pemerintah segera memulai lelang dan pelaksanaan pekerjaan. Ia tidak ingin peristiwa selama dua tahun berturut-turut terulang lagi. Pada APBD 2021, sisa berlebih pembiayaan anggaran atau SILPA (dengan 'i' kapital) sebesar Rp 790 miliar. Apabila APBD Kukar 2021 sebesar Rp 5,2 triliun,  anggaran 'gagal' diserap mencapai 15 persen.

Tahun berikutnya, APBD 2022 Kukar sebesar Rp 6,8 triliun. SILPA-nya malah menembus Rp 1,2 triliun atau mencapai 17 persen dari total anggaran. Sopan menegaskan, SILPA muncul karena keterlambatan lelang dan pekerjaan yang tidak terealisasi. Kinerja seperti ini harus menjadi perhatian serius Pemkab Kukar. 

“Saya berharap, bupati mengevaluasi dan mengawasi kinerja seluruh organisasi perangkat daerah,” pintanya. 

Sebagai informasi, SILPA pada 2022 di Kukar sebesar Rp 1,2 triliun amat besar. Jumlah itu bahkan lebih besar dari APBD Mahakam Ulu 2023 yang “hanya” Rp 1,01 triliun. Dari dokumen realisasi anggaran yang diterima kaltimkece.id, SILPA muncul dari hampir semua instansi di Pemkab Kukar. Empat besarnya yaitu RSUD AM Parikesit (sehubungan berakhirnya pandemi), Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pekerjaan Umum, serta Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah. 

DESAIN GRAFIK: M IMTINAN NAUVAL-KALTIMKECE.ID
 

Sopan juga menengarai bahwa SILPA yang besar disebabkan rencana kerja dari OPD yang minim. Hal itu menimbulkan ketidakmampuan menyerap anggaran dengan maksimal. Padahal, sambung Sopan, SILPA 2022 yang mencapai Rp 1,2 triliun harusnya bisa dimaksimalkan. Anggaran itu sangat berarti buat daerah seperti membiayai perbaikan sarana pendidikan, infrastruktur jalan, maupun program pengentasan kemiskinan. 

“Padahal banyak keluhan dan program yang disampaikan masyarakat dalam musrenbang. Banyak usulan yang tak kunjung terealisasi,” tegas legislator dari Fraksi Partai Gerindra tersebut. 

Ia mencontohkan program yang diusulkan di musyawarah perencanaan pembangunan yang belum terealisasi. Ada pembangunan jembatan sepanjang 200 meter di Desa Jantur, Muara Muntai. Desa dan kecamatan sudah mengusulkan pembangunan struktur tersebut sejak 2021. Jembatan ini menjadi satu-satunya penghubung desa menuju SMP. 

“Sampai hari ini, siswanya harus melewati jalan yang becek," tutur Sopan. 

Ia meminta agar Pemkab Kukar lebih berfokus menyelesaikan pekerjaan dari usulan masyarakat. APBD Kukar 2023 harus digunakan untuk pekerjaan yang belum terealisasi tahun-tahun sebelumnya. Eksekutif juga harus memiliki strategi yang jelas dalam menyerap anggaran. Uang yang menumpuk di kas daerah disebut bukan prestasi. Ia khawatir, situasi ini justru menjadi perhatian pemerintah pusat. Ujung-ujungnya, keuangan daerah Kukar dievaluasi. 

"Pusat malah bisa memangkas anggaran daerah," ingatnya.

Turut Disebabkan Efisiensi Anggaran

Ditemui terpisah, Kepala Bidang Akuntansi, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kukar, Wendi Frihindarwan, memberikan penjelasan. Ia membenarkan bahwa sebagian dari SILPA pada 2022 muncul karena keterlambatan serta tertundanya pekerjaan dinas. 

Ada beberapa penyebab SILPA tahun lalu. Pertama, keterlambatan proses tender kontrak kerja. Kedua, waktu realisasi pekerjaan terlampau singkat terutama penyerapan anggaran pada kuartal IV atau Perubahan APBD. Pada Oktober hingga Desember 2022, terang Wendi, pembangunan infrastruktur sulit terlaksana karena menjelang akhir tahun. 

"Waktu yang terbatas itu menimbulkan kesulitan realisasi. Pekerjaan jadi sulit selesai tepat waktu," katanya. 

Sekretaris Kabupaten Kukar, Sunggono, membantah bahwa penyebab SILPA yang besar hanya karena ketidakmampuan OPD menyerap anggaran. Sisa anggaran lebih dikarenakan efisiensi anggaran daerah. Walaupun demikian, Sunggono berharap seluruh OPD melaksanakan lelang tepat waktu. Seluruh instansi dipastikan telah diinstruksikan untuk memulai tender pada Februari hingga Maret 2023.

"Kami juga terus mengevaluasi dengan meminta informasi dan data progres lelang pekerjaan setiap dinas tahun ini," katanya. 

Sunggono, sekretaris Kabupaten Kutai Kartanegara. FOTO: PEMKAB KUTAI KARTANEGARA.
 

Pemkab juga disebut tengah berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri. Langkah itu ditempuh sebagai upaya memperoleh izin mempercepat lelang dan realisasi pekerjaan dari APBD Perubahan 2023. Dengan demikian, waktu penyerapan anggaran bisa lebih panjang. 

"Kami mengambil solusi terbaik karena ada penambahan anggaran yang sangat besar tahun ini," terangnya.  

Menurut akademikus ilmu pemerintahan dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman, Budiman, APBD Kukar yang besar menimbulkan kekhawatiran. Ketika anggaran tak terserap dengan baik, APBD Kukar bisa dievaluasi pemerintah pusat. 

"Daerah bisa dianggap tidak cakap merealisasikan pekerjaan melalui anggaran daerah," sebutnya. 

Ia menjelaskan penyebab SILPA bisa amat besar seperti di Kukar. Faktor perencanaan yang kurang baik adalah satu di antaranya. Bisa juga, perencanaan sudah baik namun implementasi pekerjaannya yang masih kurang. 

Penyebab berikutnya ialah sumber daya manusia di dalam pemerintahan yang tidak efektif menjalankan fungsi. Hal itu bisa diperparah sistem keuangan daerah yang kerap berubah karena kebijakan pemerintah pusat. Daerah harus menyesuaikan aplikasi keuangan setiap tahun. 

“Pemerintah daerah harus memiliki perencanaan dan implementasi yang baik. Ketika keduanya terpenuhi, SILPA yang besar bisa dihindari," saran Budiman. (*)

shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar