Kutai Kartanegara

Mengurai Simpul-Simpul Kesuksesan Usaha Daur Ulang Tali Beromzet Ratusan Juta

person access_time 1 year ago
Mengurai Simpul-Simpul Kesuksesan Usaha Daur Ulang Tali Beromzet Ratusan Juta

Gulungan tali hasil daur ulang di Muara Badak. FOTO: GIARTI IBNU LESTARI-KALTIMKECE.ID

Limbah tali kapal banyak ditemukan di Muara Badak, Kukar. Sahabuddin mengurai simpul tali-temali tersebut menjadi usaha beromzet ratusan juta. 

Ditulis Oleh: Giarti Ibnu Lestari
Senin, 22 Agustus 2022

kaltimkece.id Sembari sesekali membetulkan letak peci bugis di kepalanya, Sahabuddin, 52 tahun, sibuk memeriksa tali tambang. Tali-temali bekas yang baru saja diturunkan dari pikap itu ditumpuk di sebuah tanah lapang. Dari balik pagar seng yang mengelilingi tempat penumpukan tali tersebut, Sahabuddin tersenyum. Sebagian besar limbah tali itu rupanya masih bagus untuk didaur ulang. 

Jumat siang yang terik, 22 Juli 2022, Sahabuddin seperti biasanya sibuk di tempat penumpukan tali. Ia menyortir limbah tali di tempat penumpukan di Jalan Petrolog, RT 28, Desa Gas Alam, Kecamatan Muara Badak, Kutai Kartanegara. Tempat pengumpulan limbah tali itu luasnya 150 meter persegi. Sebuah bangunan kayu kecil berdiri di pojok. Sisanya adalah lapangan terbuka yang dikelilingi pagar seng yang mulai digerayangi karat. 

“Limbah tali ini berasal dari tali yang dibuang kapal-kapal besar,” tutur Sahabuddin, pemilik usaha daur ulang limbah tali di Muara Badak, kepada reporter kaltimkece.id. Tali-tali bekas itu sebelumnya dikumpulkan para nelayan di Muara Badak. Para nelayan membawa tali bekas itu ke Kampung Nelayan, dekat Toko Lima di pusat kecamatan. 

Ketika tali-tali bekas itu sudah banyak yang terkumpul, Sahabuddin datang untuk membelinya. Harganya Rp 8.000 per kilogram. Sahabuddin biasanya membeli antara 500 kilogram hingga 2 ton limbah tali. Kadang-kadang, ia juga memperoleh limbah tali dari para nelayan Muara Berau hingga Sangatta di Kutai Timur.

Sahabuddin di lokasi penumpukan limbah tali. Ia membelinya dari nelayan Rp 8.000 per kilogram. FOTO: GIARTI IBNU LESTARI-KALTIMKECE.ID
 

Aneka tali bekas yang Sahabuddin kumpulkan itu adalah bahan baku usahanya. Tali-tali bekas ini kebanyakan berdiameter 50 milimeter. Di tempat penumpukan, tali-tali tersebut diurai hingga bagian terkecil. Simpul dan pintalan tali dibuka sehingga diperoleh tali-tali tipis seperti benang. Tali yang sudah diurai itu kemudian dibawa ke bengkel daur ulang. 

Pabrik daur ulang itu sangat sederhana sehingga lebih cocok disebut bengkel. Lokasinya sekitar 2 kilometer dari tempat pengumpulan tali. Bengkel ini beralamat di Jalan Sultan Hasanuddin, RT 11, Desa Badak Baru, Muara Badak, Kukar. Sebuah bangunan semi-permanen yang memanjang berdiri di situ. Selebihnya hanya tanah terbuka yang tak berdinding. Sahabuddin menyewa lahan 500 meter persegi itu dari seorang kerabatnya. 

Kumpulan benang dari tali bekas yang telah diurai tadi segera dipisahkan. Di bawah instruksi Sahabuddin, dua pekerja memilah tali-tali tipis tersebut berdasarkan jenisnya. Mereka mengelompokkan benang-benang itu menjadi tiga. Ada yang terbuat dari nilon, dari sutra, dan dari bahan campuran nilon-sutra. 

“Inilah tahap awal daur ulang tali. Kami akan membuat tali yang baru dari limbah tali tersebut,” jelasnya. 

Tali-tali bekas yang sudah diuraikan dan dipisahkan menurut jenisnya. Siap untuk dipintal. FOTO: GIARTI IBNU LESTARI-KALTIMKECE.ID
 

Sahabuddin menghidupkan kamera telepon pintarnya. Ia memulai siaran langsung di akun Facebook-nya bernama Sahabuddin Udin. Sebagian besar pemirsanya adalah pelanggan yang pernah membeli tali dari bengkel tersebut.  

Sahabuddin berjalan sedikit ke depan. Kameranya menyorot ke arah tiga pekerja. Mereka mengambil tali yang sudah ditata sesuai jenisnya tadi. Ketiga pekerja itu membawa benang-benang itu ke tempat pemintalan.

Lokasi pemintalan adalah sebuah ‘gazebo’ yang panjangnya lebih dari 100 meter. Di bawah atap itu, sudah tersedia mesin pemintal. Ketiga pekerja memegang sebuah alat seperti bor listrik. Mereka memintal benang-benang tadi sampai menjadi seutas tali sepanjang 80 meter. Diameter tali disesuaikan dengan pesanan. Ada yang berdiameter 16 mm, 19 mm, 20 mm, dan 25 mm.

“Setelah dipintal, tali hasil daur ulang ini digulung dengan rapi. Segulung tali kami jual Rp 280 ribu,” jelas Sahabuddin yang telah menyelesaikan siaran langsung di media sosialnya. 

Bengkel daur ulang ini amat produktif. Pemintalan segulung tali sampai siap jual hanya perlu 10 sampai 20 menit. Produksi daur ulang tali pun mencapai 30 gulung setiap hari. Menurut Sahabuddin, ia bisa memproduksi 900 gulung tali sebulan. Apabila harga jualnya Rp 280 ribu per gulung, omzet usaha ini mencapai Rp 252 juta sebulan. 

"Penghasilan kotor itu untuk membiayai gaji karyawan, membeli bahan baku, dan sebagainya,” tutur Sahabuddin.

Usaha yang digeluti sejak 2020 itu sudah punya banyak pembeli. Sebagian besar pelanggannya adalah nelayan. Para pembeli berasal dari Muara Badak, Bontang, kadang-kadang dari Donggala, Sulawesi Tengah. Tali daur ulang ini cocok untuk membuat rumpon, karang buatan yang mengundang ikan untuk berkumpul sehingga mudah ditangkap. 

Pemintalan tali menggunakan mesin dan bor listrik. FOTO: GIARTI IBNU LESTARI-KALTIMKECE.ID
 

Jatuh-Bangun Dirikan Usaha

Sahabuddin lahir di Polewali Mandar, Sulawesi Barat, 12 Desember 1971. Usianya hampir 30 tahun ketika merantau ke Muara Badak pada 2000. Ia bekerja untuk Vico Indonesia, perusahaan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang mengebor minyak dan gas bumi di Muara Badak. Posisi Sahabuddin adalah mitra penyalur tenaga kerja. 

Setelah 10 tahun Sahabuddin bekerja, perusahaan mengambil kebijakan pengurangan tenaga kerja. Sahabuddin kehilangan pekerjaan. Ia sempat berniat berdagang tetapi tidak punya cukup modal. Selama sepuluh tahun, ia bekerja serabutan sambil memikirkan usaha yang cocok. Sampai sebuah ide muncul di benaknya pada 2020. Ia melihat banyak limbah tali tambang yang dibuang kapal-kapal besar. Limbah itu semestinya bisa jadi uang apabila didaur ulang. 

Sahabuddin mengenal usaha daur ulang limbah tali dari kampung halamannya. Di tanah kelahirannya di Kecamatan Balanipa, Polewali Mandar, Sulbar, akrab ditemui usaha seperti itu. Sahabuddin segera pulang kampung untuk mempelajari dasar-dasarnya. Ia kembali ke Muara Badak dengan membawa seorang ahli tali-temali. 

"Saya memanggilnya guru. Selama sepuluh hari, kami diajari mengolah limbah tali," kenangnya. 

Sahabuddin menggunakan pesangon yang ia terima sebagai modal usaha. Sisanya, ditutupi pinjaman dari bank. Karyawannya mula-mula enam orang. Mereka bekerja manual sehingga kurang produktif. Pemintalan segulung tali memerlukan waktu satu jam. Produksi sehari hanya bisa 10 gulung. Yang bikin Sahabuddin tambah pening, belum ada yang mau membeli tali-tali itu. 

“Sampai 500 gulung kami produksi, belum ada pembeli. Saya hampir putus asa. Akhirnya, saya menawarkan lewat Facebook. Tiap hari saya tawarkan,” tuturnya. 

Sahabuddin menunjukkan gulungan tali hasil daur ulang limbah. Tak sedikit pun dari limbah tali yang tidak digunakan. FOTO: GIARTI IBNU LESTARI-KALTIMKECE.ID
 

Hari demi hari Sahabuddin lewati untuk melepaskan simpul-simpul kendala yang telah membelenggu usahanya sehingga sukar berkembang. Perlahan tapi pasti, simpul-simpul itu terurai. Perusahaan migas yang beroperasi di Muara Badak datang kepadanya. Di bawah pendampingan perusahaan serta kerja keras Sahabuddin, pembeli mulai berdatangan. Satu per satu pesanan ia terima. Dua tahun kemudian, usaha Sahabuddin berkembang pesat. Ia sekarang punya 12 karyawan.

Sahabuddin menamai usaha daur ulang limbah tali ini Kelompok Usaha Bersama Balanipa. Ia telah mengantongi izin usaha mikro kecil atau IUMK yang diterbitkan Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada 5 Februari 2020. Klasifikasi usahanya adalah daur ulang barang bukan logam.

Infografik Sukses Daur Ulang Limbah Tali di Muara Badak. DESAIN GRAFIK: M IMTINAN NAUVAL-KALTIMKECE.ID
 

Dukungan Pertamina Hulu Sanga-sanga

Peran industri minyak dan gas bumi di Muara Badak dalam pencapaian Kelompok Usaha Balanipa sangat besar. Muara Badak merupakan kecamatan penghasil migas di pesisir Kukar yang dikenal dengan nama Blok Sangasanga. Vico Indonesia menjadi operator blok tersebut sejak 1968 hingga 2018. Setelah kontrak kerja Vico Indonesia tidak diperpanjang, operator Blok Sangasanga kini diambil alih Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS). 

Baca juga:
 
PHSS mulai bekerja pada 2018. Perusahaan segera memetakan kesulitan masyarakat di daerah penghasil migas tersebut. Kesulitan yang Sahabuddin hadapi adalah satu dari antara yang mereka temui. Melalui Program Pengembangan Masyarakat pada 2021, SKK Migas dan PHSS bekerja sama dengan Kelompok Usaha Bersama Balanipa. 
Sahabuddin di depan pelang program pengembangan masyarakat dari Pertamina Hulu Sangasa-Sanga. FOTO: GIARTI IBNU LESTARI-KALTIMKECE.ID
 

Elis Fauziyah, Head Communication Relation and Community Involvement & Development Pertamina, Regional 3 Kalimantan, Zona 9, menjelaskan bentuk program tersebut. Program ini bermula dari inovasi yang dikembangkan Kelompok Usaha Daur Ulang Tali Balanipa. Pertama-tama, pendampingan PHSS berupa penyusunan program usaha daur ulang limbah tali. Bantuan modal juga diberikan dari program pengembangan masyarakat PHSS melalui corporate social responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan. 

Pada tahun pertama, pendampingan perusahaan lebih kepada penyediaan alat-alat produksi. Sementara pada tahun kedua, pendampingan berfokus kepada kreativitas usaha. Contoh inovasi pada pendampingan tahun kedua adalah mesin pemintal tali. Mesin ini dibangun dari ide warga Muara Badak yang bergelut di usaha daur ulang limbah tali. Perusahaan membantu warga supaya memegang hak paten dari teknologi tersebut. 

“Teman-teman di kelompok ini punya semangat mengembangkan potensi di daerah. Alhamdulillah, bapak-bapak dan ibu-ibu di sini mengembangkannya dengan baik. Bahkan, usaha ini telah memiliki pasar yang permanen,” terang Elis sembari tersenyum. 

Elis Fauziyah, Head Communication Relation and Community Involvement & Development, Regional 3 Kalimantan, Zona 9, Pertamina Hulu. FOTO: GIARTI IBNU LESTARI-KALTIMKECE.ID
 

Usaha daur ulang limbah tali di Muara Badak adalah contoh keberhasilan dari sebuah kerja keras. Dari menguraikan simpul-simpul tali bekas, Sahabuddin sukses menjual ribuan gulung tali. Dari melepaskan simpul-simpul kesulitan yang membelenggu kreativitas warga Muara Badak, PHSS berhasil memberi bekal yang tak ternilai kepada masyarakat. Bekal itu bernama kemandirian ekonomi warga di lingkar kerja perusahaan. (*)

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar