Lingkungan

Enam “Dosa” Besar Tambang Ilegal, dari Memperparah Banjir, Rusak Jalan, hingga Solar Langka

person access_time 2 years ago
Enam “Dosa” Besar Tambang Ilegal, dari Memperparah Banjir, Rusak Jalan, hingga Solar Langka

Tumpukan batu bara yang diduga ilegal di Muang Dalam, Lempake, Samarinda Utara (foto: arsip kaltimkece.id)

Praktik tambang batu bara ilegal meninggalkan banyak mudarat. Masyarakat yang paling terdampak.

Ditulis Oleh: tim liputan kaltimkece.id
Selasa, 19 Oktober 2021

kaltimkece.id Pertambangan batu bara ilegal di Kaltim terus mewabah seturut harga komoditas yang melambung tinggi bulan-bulan belakangan. Menurut penelusuran Jaringan Advokasi Tambang Kaltim, ada 141 titik pertambangan tanpa izin (Peti) di Bumi Mulawarman. Lokasi tambang liar terbanyak ditemukan di Kutai Kartanegara, diikuti Samarinda, Berau, dan PPU.

Sederet dampak negatif operasi liar ini pun bermunculan. Yang pertama adalah bencana banjir. Dalam catatan kaltimkece.id, aktivitas tak berizin ini diduga memperparah banjir di Samboja, Kutai Kartanegara, pada Sabtu, 3 September 2021. Jatam Kaltim memeriksa, ada 13 titik tambang ilegal di kecamatan tersebut.

Tambang ilegal juga disebut memperparah banjir di Muang Dalam, Kelurahan Lempake, Samarinda Utara. Pada Jumat, 3 September 2021, banjir menyeret ceceran batu bara hingga ke permukiman warga Muang Dalam. Aktivitas ini telah mendapat perlawanan warga setempat.

_____________________________________________________PARIWARA

“Dosa” kedua adalah kerusakan jalan yang dilintasi pengangkut batu bara dari tambang ilegal. Contoh yang paling jelas ialah jalan poros Samarinda-Bontang. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional (BBPJN) Kaltim-Kaltara, Teuku Surya Dharma, menyebutkan, ada 16 titik kerusakan jalan akibat pertambangan ilegal di sepanjang jalur tersebut.

Baca juga:
 

Kelangkaan solar adalah “dosa” tambang ilegal yang ketiga. Investigasi kaltimkece.id menemukan, truk-truk pengangkut batu bara ilegal memakai solar bersubsidi. Dua sopir truk di Tenggarong, Kukar, telah mengakuinya. Sementara itu di Samarinda Utara, belasan truk yang diduga baru saja mengangkut batu bara mengantre solar bersubsidi di SPBU.

Penyelewengan jenis bahan bakar tertentu (JBT) yang disubsidi ini ditengarai turut menyebabkan kelangkaan solar. Padahal, menurut Unit Manager Communication dan CSR Pertamina Marketing Operation Regional (MOR) Kalimantan, Susanto August Satria, Pertamina telah menyalurkan solar bersubsidi melebihi kuota. Pada September 2021, penyaluran solar JBT sebanyak 18.082 kiloliter dari kuota 17.3037 kiloliter di Kaltim. Sedangkan realisasi Januari-September 2021 sebanyak 158.342 kiloliter dari kuota 157.489 kiloliter.

Baca juga:
 

“Dosa” penggalian liar yang keempat adalah warga diintimidasi kelompok tak dikenal. Peristiwa ini terjadi di dua tempat. Selain di Muang Dalam, warga Desa Sumber Sari di Kecamatan Loa Kulu, Kukar, juga mengalaminya. Warga Sumber Sari menolak tambang ilegal karena khawatir merusak sumber air untuk sawah serta objek wisata Bukit Biru.

Baca juga:
 

Adapun “dosa” kelima, sebagaimana dijelaskan Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang. Operasi ilegal ini tidak menyediakan dana pengelolaan lingkungan, reklamasi, hingga kegiatan pasca-tambang. Masyarakat di lingkar tambang akhirnya tak mendapat manfaat apapun kecuali dampak dari kerusakan lingkungan.

Yang terakhir, “dosa” tambang ilegal yang keenam adalah tidak menyumbang sepeser rupiah pun kepada negara. Kekayaan alam Kaltim disebut dicuri karena tidak ada royalti, iuran produksi, serta pajak dari setiap bongkah emas hitam yang dikeruk. (*)

Editor: Fel GM

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar