Lingkungan

Festival Lingkungan Hidup (2): dari Kedai sampai Taman

person access_time 1 year ago
Festival Lingkungan Hidup (2): dari Kedai sampai Taman

Sejumlah anak muda membersihkan Taman Tepian Islamic Centre, Samarinda. FOTO: ANDIKA PRATAMA-KALTIMKECE.ID

Usai sudah festival yang dibuat anak-anak muda di Samarinda ini. Setelah menonton film dokumentar, mereka bersih-bersih taman.

Ditulis Oleh: Andika Pratama
Rabu, 14 Juni 2023

kaltimkece.id Matahari sudah di ujung barat ketika Aristo Hia dan Yung Kawai mendirikan papan tulis putih di lantai dua Kopilihanku di Jalan Camar, Samarinda. Para pengurus Camar Cinema Club ini kemudian menghampar tikar di depan papan itu. Mereka juga menata kursi-kursi di belakang tikar. Sebuah proyektor yang tersambung dengan laptop pun disiapkan di tengah lokasi.

Aristo dan Yung baru berhenti beraktivitas saat azan magrib berkumandang. Petang itu, Jumat, 9 Juni 2023, mereka tengah menyiapkan lanjutan Festival Kecil Lingkungan Hidup, sebuah kegiatan untuk memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia pada 5 Juni. Kali ini, acaranya adalah menonton bareng film dokumentar bertajuk SEMES7A yang disutradarai Chairun Nissa.

Selepas ibadah magrib, lantai dua Kopilihanku sudah dipenuhi belasan pemuda dan pemudi. Proyektor tadi segera dinyalakan dan memutar film SEMES7A. Para pengunjung menikmati film yang ditampilkan di papan tulis itu. Sepanjang acara, celetukan-celetukan yang mengaitkan isi film dengan situasi di Kalimantan keluar dari mulut sejumlah penonton.

Camar Cinema Club adalah kelompok yang rutin mengadakan screening dan diskusi film festival atau film indie. Kepada kaltimkece.id, Aristo menjelaskan, pemilihan SEMES7A sebagai film yang ditayangkan melalui diskusi yang panjang. Alasan film ini yang dipilih karena isinya mirip dengan situasi di Kalimantan.

“Kami pikir, ada baiknya filmnya menghadirkan sesuatu yang memberi pendekatan spiritual dan kedekatan alam,” jelas Aris.

Film SEMES7A menceritakan tentang upaya sejumlah masyarakat di tujuh daerah di Indonesia mengatasi permasalahan lingkungan hidup. Ketujuh daerah itu yakni Bali, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara, Papua, Aceh, Yogyakarta, dan Jakarta. Di Bali, masyarakatnya bisa menurunkan emisi karbon melalui perayaan Nyepi. Sementara masyarakat Dayak Iban memberi andil menjaga lingkungan melalui pengelolaan hutan. Mereka membagi hutan dalam tiga kategori. Pertama, hutan produksi untuk kegiatan berburu dan penyangga kehidupan masyarakat adat. Kedua, hutan cadangan. Dan yang terakhir adalah hutan adat yang tak boleh diganggu.

Aris mengatakan, film tersebut bertujuan membangkitikan empati dari masyarakat urban kepada masyarakat adat yang menjadi ‘korban’ utama dari eksploitasi alam. “Kita yang di kota enggak merasakan langsung kerusakan alam. Yang merasakannya masyarakat adat di pedalaman, yang hidup berdampingan dengan alam,” ujar Aris yang memiliki darah Dayak.

Suasana menonton bareng film dokumentar SEMES7A di Kopilihanku, Samarinda. FOTO: ANDIKA PRATAMA-KALTIMKECE.ID

Maulana Yudhistira adalah salah seorang penonton SEMES7A di Kopilihanku. Pegiat lingkungan hidup di Samarinda itu mengatakan, bagi masyarakat adat, hutan adalah ‘pasar gratis’ yang bisa memberikan kebutuhan sandang, papan, dan pangan. Mereka pun disebut memanfaatkan hutan hanya seperlunya.

Penonton lainnya adalah Ferdy Kasi. Seniman rupa ini pernah bermukim di dekat Sungai Utik (Kalimantan Barat) dan berinteraksi dengan masyarakat adat Dayak Iban. “Tetua di sana menyebut, alam adalah payudara ibu. Kalau alam rusak, ke mana kita selaku anak-anak bumi mengais hidup?” beber Ferdy.

Acara pada malam itu juga diselingi dengan diskusi. Salah satu pembahasannya adalah peraturan tentang perizinan eksploitasi alam. Dhafa Rizky, mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman, terlibat dalam dikusi tersebut. Ia memberikan pandangan dari perspektif hukum.

“Ada banyak undang-undang yang memberikan perizinan kepada korporasi untuk mengeksploitasi alam berlebihan. Ini merugikan masyarakat adat,” kata Dhafa.

Yudhis, panggilan Maulana Yudhistira, menyerukan agar seluruh masyarakat terutama di kota meningkatkan upaya pelestarian lingkungan hidup. Langkah-langkah kecil saja disebut amat berguna bila dilakukan secara kolektif dan konstan.

“Bisa dimulai dengan mengurangi penggunaan plastik. Selanjutnya edukasi kepada orang-orang di dekat kita. Misalnya, mengimbau membuang puntung rokok di tempatnya. Kalau ini dilakukan secara bersamaan, tentu akan memberikan dampak baik,” ujarnya.

Ia juga mengimbau agar masyarakat tak memikirkan mengenai komentar-komentar negatif dari orang-orang yang memandang sinis kegiatan pelestarian lingkungan hidup. Termasuk jika pemerintah tak becus menjaga lingkungan hidup, juga tak perlu dihiraukan.

“Lakukan saja apa yang kita bisa. Selagi yang kita lakukan baik, nanti ada saja yang mencontoh. Ini juga sentilan bahwa pemerintah gagal menjaga lingkungan hidup,” ucapnya.

Membersihkan Taman Kota

Aroma dedaunan yang basah menyeruak ketika sejumlah anak muda tiba di Taman Tepian Islamic Centre, Samarinda. Mereka kemudian dibagi menjadi dua kelompok secara acak. Setelah itu, mereka bergegas mengitari taman tersebut sambil menenteng kantong plastik besar. Menggunakan sarung tangan, mereka menjumputi semua sampah yang berserakan.

Hari itu, Sabtu, 10 Juni 2023, sekira pukul 16.10 Wita, anak-anak muda tersebut tengah membersihkan sampah, sebuah acara yang menjadi rangkaian Festival Kecil Lingkungan Hidup. Mereka berasal dari berbagai komunitas. Beberapa di antaranya yakni Cacing Crew, komunitas yang rutin membersihkan sampah di ruang publik; Menuju Rubanah, perpustakaan independen; Camar Cinema Club, komunitas film; dan Kopilihanku.

Aksi bersih-bersih tersebut sebenarnya dijadwalkan pada Sabtu siang. Namun karena hujan lebat, jadwal terpaksa diundur. Walau demikian, hal tersebut tak menyurutkan semangat anak-anak muda itu melakukan aksi peduli lingkungan hidup.

Tidak butuh waktu lama, hanya dalam satu jam, 13 kantong plastik yang mereka bawa terisi penuh sampah. Para relawan ini kemudian urunan uang untuk menyewa sebuah pikap. Hari sudah senja saat mereka memasukan 13 kantong tersebut ke bak kendaraan rodan empat itu. Diiringi lantunan ayat Alquran dari Islamic Centre, kendaraan tersebut melesat menuju tempat pembuangan sampah terdekat.

Para peserta Festival Kecil Lingkungan Hidup berfoto bersama usai membersihkan sampah di Taman Tepian Islamic Centre, Samarinda. FOTO: ANDIKA PRATAMA-KALTIMKECE.ID

Salah tiga relawan yang ikut dalam acara tersebut adalah Dhini Kamila, Muhammad Gabril, dan Pandu Satrio. Mereka merupakan anggota Cacing Crew. Kepada kaltimkece.id, Dhini mengatakan, kegiatan ini berawal diskusi di tongkrongan. Ia dan kawan-kawannya kemudian berinsiatif memberikan andil positif kepada masyarakat dengan cara membersihkan lingkungan.

“Kami juga melihat aksi yang dilakukan Pandawa (kelompok pembersih sampah di Jawa Barat) dan kepikiran untuk buat juga,” kata mahasiswi Fakultas Perikanan, Universitas Mulawarman, itu.

Dhini menjelaskan, sebelum melakukan aksi bersih-bersih, timnya lebih dulu melakukan survei lokasi acara. Taman Tepian Islamic Centre dipilih karena lokasi tersebut jarang dibersihkan. Ia berharap, aksi yang dilakukan ini dapat menjad teguran kepada masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan.

“Pemerintah juga harus bisa lebih baik mengurus ruang publik yang mestinya bisa memberikan kenyamanan,” ujarnya.

Ia menjelaskan, dana operasi Cacing Crew selama ini kebanyakan berasal dari uang pribadi anggotanya. Sesekali mereka juga mendapatkan donasi secara anonim dari platform Saweria. Walau demikian, Cacing Crew kerap kekurangan dana dalam menjalankan kegiatannya.

“Kami sering mengajak relawan lain dalam berkegiatan. Seluruh kegiatan kami bisa dipantau melalui Instagram,” katanya. Perempuan berusia 20 tahun itu menambahkan, komunitasnya juga kerap mendapat ujaran negatif di media sosial.

“Tapi, kami tak pernah memedulikan. Kami terus bersemangat dalam bekerja. Ini yang membuat kami mampu bertahan,” imbuhnya.

Relawan lainnya, Edwin, berharap semakin banyak anak muda yang menyalurkan energinya ke kegiatan positif seperti bersih-bersih sampah ini. Dengan begitu, kelestarian lingkungan hidup semakin terjaga.

Aksi bersih-bersih sampah di Taman Tepian Islamic Centre merupakan acara terakhir Festival Kecil Lingkungan Hidup. Festival ini dimulai pada Kamis, 8 Juni 2023. Hari itu diadakan diskusi novel Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta karya Luis Sepuvelda di Kopilihanku. Kegiatan diskusi ini dapat dibaca dengan mengetuk Belajar dari Kisah Pak Tua. (*)

shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar