Lingkungan

Waduk Benanga, Riwayatmu Kini

person access_time 5 years ago
Waduk Benanga, Riwayatmu Kini

Foto: Fachrizal Muliawan (kaltimkece.id)

Dulu menampung 1,5 juta meter kubik air. Makin tahun makin surut. Dampak masif dari pengupasan lahan.

Ditulis Oleh: Fachrizal Muliawan
Jum'at, 08 Maret 2019

kaltimkece.id Waduk Benanga, Kelurahan Lempake, diteror kekeringan. Tanggul yang biasa mengalirkan air dari waduk ke daerah aliran sugai sempat tak mengalir. Debit air tanggul ditemukan berada di bawah titik nol alias minus.

Dari pantauan kaltimkece.id pada Kamis, 7 Maret 2019 lalu, genangan air di Waduk Benanga hanya terlihat di sekitar tanggul. Sisanya berupa sedimen. Tersebar di beberapa bagian penampung cadangan air baku Kota Tepian itu. Sebenarnya, fenomena ini mulai terlihat pada 2015. Sekarang kondisinya makin parah.

Kepala Seksi Operasi Sumberdaya Air Badan Wilayah Sungai Kalimantan III, Arman Effendi, mengatakan bahwa hal ini terus membuat resah. Daya tampung Benanga kian tahun kian susut.

Ada dua penyebab keringnya waduk yang mulai dibangun pada 1978 tersebut. Pertama, tangkapan air di hulu waduk nyaris habis. Kedua, menyusutnya daya tampung akibat sedimentasi. “Dua penyebab tadi tak lain karena pengupasan lahan di daerah tangkapan air di hulu. Baik karena pertambangan atau kegiatan pengupasan lahan lainnya,” ujarnya.

Pengupasan membuat mata air dan sungai kecil di hulu Benanga rusak. Tak ada pasokan air lagi. Namun, mengapa pengupasan lahan jadi penyebab utama? “Ketika kawasan hulu masih ditutupi vegetasi, air hujan tak langsung mengalir ke Benanga,” ujarnya.

Vegatasi bertugas menahan air. Ketika air di vegetasi terkumpul, terbentuklah mata air. Dari situ air mengalir daerah aliran sungai atau DAS, sebelum beranjak ke Benanga. Air tadi tak membawa material pasir dan tanah karena sudah disaring secara alami oleh vegetasi. “Berbeda dengan sekarang. Tak ada vegetasi. Boro-boro mata air, sungai saja rusak.”

Kalaupun ada aliran air dari hulu, lanjutnya, hanya material seperti tanah dan pasir menuju Benanga. Sedimentasi pun gila-gilaan.

Waduk yang seharusnya menampung sekitar 1,5 juta meter kubik air, terus menyusut. Sekarang hanya mampu 500 hingga 650 ribu meter kubik. Benanga tak bisa lagi disebut cadangan air. Berganti fungsi menjadi waduk tadah hujan. Benanga bahkan tak lagi mengalirkan air ke DAS sepekan terakhir. “Dengan tampungan segitu, kalau hujan sedikit banjir. Kalau tak hujan dalam waktu cukup lama, kekeringan,” ungkapnya.

Ancaman terbesar menanti sawah-sawah sekitar. Teror kekeringan menanti. Intake PDAM yang bergantung air dari Benanga juga bisa berhenti beroperasi. “Akibatnya di kawasan Samarinda Utara akan mengalami mati air. Terutama yang dialiri oleh intake Gunung Lingai,” ucapnya.

Pasokan air terbesar Samarinda sebenarnya masih Sungai Mahakam. Namun, bila Mahakam mengalami erupsi air laut dan Benanga sudah tidak bisa jadi harapan, bersiaplah mengalami kekeringan, wahai warga Samarinda.

Pemerintah tak tinggal diam. Benanga bakal dikeruk besar-besaran. Direncanakan pada 2020 mendatang. Meskipun, sebesar apapun pengerukan, hanya sia-sia jika kawasan hulu terus memasok tanah dan pasir. Langkah paling bijak adalah penyelamatan mata air dan DAS di hulu Benanga.

Pasokan PDAM Sempat Terhambat

Seperti disebutkan Arman, mengeringnya Waduk Benanga berimbas ke pasokan air PDAM. Humas PDAM Tirta Kencana Samarinda, Lukman, mengakui imbas kekeringan itu. Meski pasokan air intake Gunung Lingai aman, debit air baku terus menurun. Berpengaruh terhadap produksi air bersih. Warga diimbau menghemat air. “Apalagi untuk pasokan di daerah dataran tinggi,” imbuhnya. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar