Pendidikan

Belajar dari Kasus Yusuf, Bagaimana Malaysia Bisa Begitu Detail Mengatur PAUD yang Aman

person access_time 4 years ago
Belajar dari Kasus Yusuf, Bagaimana Malaysia Bisa Begitu Detail Mengatur PAUD yang Aman

Gambaran taman kanak-kanak di Malaysia (foto: freemalaysia today)

Kasus yang menimpa Yusuf membuka mata mengenai kondisi PAUD dan penitipan anak di Samarinda --dan Indonesia. Dari Malaysia, reporter kaltimkece.id menelaah betapa negara ini begitu detail mengatur pendirian PAUD. Indonesia patut belajar dari sana. 

Ditulis Oleh: Mustika Indah Khairina
Sabtu, 25 Januari 2020

kaltimkece.id Tragedi yang menimpa Ahmad Yusuf Ghozali sejatinya adalah sebuah ironi. Anak laki-laki berusia empat tahun itu lenyap di tempat penitipan anak. Sebuah tempat berisi pengasuh dan pengawas sehingga semestinya menjadi lokasi paling aman bagi anak-anak. 

Menurut kesimpulan sementara polisi, Yusuf diduga lepas dari pengawasan dua pengasuh --keduanya sudah ditetapkan sebagai tersangka. Yusuf keluar dari sekolah lantas terjatuh di parit yang sedang penuh air. Pada waktu kejadian itu, 22 November 2019, PAUD Jannatul Athfaal di Jalan AW Syahranie, tempat Yusuf dititipkan, baru saja diguyur hujan deras. Yusuf jatuh ke parit selebar kurang dari selangkah orang dewasa dengan kedalaman 1 meter lebih. Saluran air itu tak sampai 10 meter dari muka gerbang PAUD. 

Tiga Detail Utama

Jika dugaan polisi benar belaka, ada tiga keadaan yang patut dicermati. Pertama, pengakuan pengasuh berinisial ML mengenai keteledoran. Saat hari kejadian, ML sedang menjaga tujuh anak termasuk Yusuf. ML pergi ke kamar kecil dan menitipkan anak-anak kepada rekannya, SY, yang sedang bertugas menjaga bayi. Saat itulah, Yusuf lepas dari pengawasan kedua pengasuh. 

Keadaan pertama yang memuat dugaan kelalaian ini disebut sebagai faktor pengawasan.  

Keadaan kedua adalah susunan ruangan di PAUD. Yusuf, sesuai dugaan kepolisian, bisa keluar dari lingkungan PAUD tanpa ketahuan. Saat lepas dari pengawasan, Yusuf diduga menuju pintu penghubung kelas dengan ruang kepala sekolah. Jika Yusuf sampai di ruang kepala sekolah, ia dengan mudah mencapai gerbang yang sudah dekat dengan parit. 

Keaadan kedua yang mendukung Yusuf bisa keluar dengan mudah ini disebut sebagai faktor lokasi sekolah

Keadaan ketiga adalah lokasi parit. Saluran drainase, bagaimanapun, sangat berbahaya bagi balita. Kondisi lingkungan di sekitar PAUD harus menjadi perhatian. 

Keadaan ketiga mengenai bahaya yang mengancam anak-anak ini disebut faktor keamanan sekolah. 

Untuk membahas ketiga keadaan tersebut, reporter kaltimkece.id yang sedang menyelesaikan gelar masternya di Universitas Malaya, Malaysia, mengamati kondisi PAUD di negara itu. 

Pendidikan Pra-Sekolah di Malaysia

Malaysia adalah negara dengan indeks pendidikan terbaik kedua di Asia Tenggara setelah Singapura. Sementara Indonesia, hanya di posisi keenam berdasarkan Global Talent Competitiveness Index pada 2019.

Secara global, sesuai Indeks Starting Well (2012) yang dikeluarkan oleh The Economist Intelligence Unit, Indonesia menempati "juara" dua dari bawah. Indeks ini mengukur kualitas prasekolah di 45 negara menurut ketersediaan, keterjangkauan, dan kualitas lembaga pra-sekolah. Di bawah Indonesia, hanya ada India. Malaysia jelas lebih baik yaitu di posisi 36 atau nomor dua untuk lingkup Asia Tenggara. 

Menurut indeks ini, Malaysia unggul dari segi keterjangkauan serta standar kesehatan dan keselamatan (hlm 14). Negeri jiran ini dinilai lebih baik dalam aspek kelengkapan pedoman kesehatan dan keselamatan, efektivitas penegakan, mekanisme pemantauan dan peninjauan, serta pelatihan guru tentang pedoman tersebut. 

Faktor Pertama: Pengawasan

Malaysia membagi taman kanak-kanaknya menjadi dua, berdasarkan Akta (undang-undang) Taman Asuhan Kanak-Kanak Tahun 1984. PAUD dengan tingkat yang lebih tinggi disebut tadika. Lembaga pendidikan prasekolah ini khusus untuk anak berusia empat hingga enam tahun. Jumlah murid di sebuah tadika biasanya lebih dari 10 orang. 

Tingkatan PAUD yang kedua, yang lebih rendah dari tadika, disebut taska. Taman kanak-kanak ini adalah tempat asuh atau penitipan anak berumur maksimal empat tahun. 

Tingkat pengawasan anak di Malaysia bisa sebenarnya tidak jauh berbeda dari Indonesia. Parameter yang bisa dijadikan rujukan adalah rasio antara pengasuh dan anak. Aturan di Malaysia, untuk anak usia 0 hingga satu tahun, rasionya adalah 1:3 (satu pengawas untuk tiga anak). Sementara untuk anak usia satu hingga tiga tahun, rasionya 1:5. Anak berusia tiga sampai empat tahun rasionya 1:10. 

Indonesia, menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, rasio untuk anak usia 0 hingga dua tahun adalah 1:4. Sementara anak usia dua hingga empat tahun rasionya 1:8.

Dalam hal rasio pengasuh dan anak, Indonesia dan Malaysia nyaris seragam. Namun, satu hal yang membedakan. Malaysia membedakan fasilitas penitipan anak di bawah empat tahun dan di atas empat tahun. Berbeda dengan PAUD tempat menghilangnya Yusuf --dan mungkin banyak PAUD lain di Indonesia-- yang menggabungkan jasa penitipan bayi sekaligus taman kanak-kanak. Dalam kasus Yusuf yang berusia empat tahun, ia dititipkan pengasuhnya yang sedang ke kamar mandi kepada pengawas bayi (anak di bawah empat tahun).    

Faktor Kedua: Lokasi Sekolah

Seorang anak umumnya lahir dengan jiwa penjelajah. Sebagian besar yang dipelajari anak-anak sebenarnya tidak diajarkan akan tetapi 'ditemukan'. Penemuan mereka berlangsung melalui permainan eksplorasi (Environment and Children, 2004, hlm 6). Makanya, Froebel, seorang ahli pendidikan prasekolah, tidak salah ketika menciptakan kata kindergarten dalam bahasa Jerman yang berarti children’s garden atau tamannya anak-anak. 

PAUD dan tempat penitipan anak, menurut Froebel, semestinya memiliki bentuk dan fungsi bak sebuah taman. Luas dari segi ukuran dan layak dijadikan tempat bermain dan menjelajah. Itulah sebabnya, bangunan atau dimensi fisik sebuah taman kanak-kanak akan memengaruhi perilaku anak (Environment-Behaviour Studies in the Classroom, 2004, hlm 78)

Untuk memastikan kelayakan PAUD dari segi bangunan dan infrastruktur, Kementerian Kesejahteraan Bandar, Perumahan, dan Kerajaan Tempatan, Malaysia, mengeluarkan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendirian PAUD dan Tempat Pengasuhan Anak pada 2012 yang diperbaharui pada 2017. Beleid ini melengkapi Akta Taman Asuhan Kanak-Kanak Tahun 1984. 

Di Malaysia, standar luas ruangan satuan tadika (untuk anak usia 0-4 tahun) adalah 1,4 meter persegi setiap anak. Jika di ruang titip terdapat sepuluh anak, area bermain di dalam gedung harus seluas 14 meter persegi. Ruang titip ini haruslah area yang paling aman dari keseluruhan gedung. 

Malaysia juga menetapkan standar luas ruangan yang lain. Luas minimal dapur adalah 4,5 meter persegi, kamar mandi 6 meter persegi, ruang staf 20 meter persegi, gudang 6,5 meter persegi, dan area lalu-lalang 20 meter persegi. Untuk ruang terbuka dan parkir, harus memiliki luas minimum 50 meter persegi dan 24 meter persegi. 

Jika dihitung secara keseluruhan, tadika yang menampung sepuluh anak harus memiliki luas bangunan 71 meter persegi dan area luar 74 meter persegi. Total luasan taman kanak-kanak adalah 145 meter persegi untuk 10 anak.

Untuk taska atau tempat penitipan anak, standar yang diberlakukan berbeda dan berdasarkan letak penitipan. Jika di sebuah rumah yang terdaftar, luas lantai minimum yang ditetapkan adalah 2,5 meter persegi per anak. Jika di lingkungan tempat kerja atau institusi khusus penitipan anak, luas lantai minimum adalah 3,5 meter persegi. 

Meskipun belum komprehensif, panduan pendirian PAUD di Malaysia sudah cukup lengkap. Penjabaran prinsip-prinsip, panduan perancangan, syarat pendirian, dan keselamatan, telah termaktub di dalamnya. Pertimbangan seperti lokasi, luas bangunan, pelatihan dan kursus pengasuh, hingga anjuran pemasangan CCTV pun dimasukkan dalam panduan. Termasuk pula, foto dan contoh PAUD yang memenuhi standar.

Jika detail-detail itu diperbandingkan, Indonesia jelas tertinggal. Memang sudah ada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 127/2014 tentang Standar Nasional PAUD. Namun, standar di dalamnya tidak seperinci pedoman yang dimiliki Malaysia. Pasal 32 Permendikbud, misalnya, hanya menjabarkan persyaratan sarana prasarana tanpa standar luas atau ukuran. Secara umum, pasal ini hanya menentukan luas minimal ruang dan lahan yaitu 3 meter persegi per anak. 

Standar luas ini harus disesuaikan dengan jumlah peserta didik untuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), dan satuan PAUD sejenis. Tidak dijelaskan standar ukuran untuk ruangan lain di luar ruang kegiatan. Bahkan, persyaratan dapur, ruang penyimpanan, area lalu-lalang, maupun tempat parkir, tidak dijelaskan dalam dokumen tersebut.

Faktor Ketiga: Keamanan

Sebagai "penjelajah", anak-anak belum bisa membedakan situasi berbahaya dan aman. Dalam kasus Yusuf, ia diduga terperosok ke parit. Saluran drainase bagi orang dewasa seringkali dianggap tidak berbahaya. Namun, bagi anak-anak, tentu sebaliknya. 

Pemerintah Malaysia sudah menyadari bahwa faktor keamanan adalah bagian penting dalam fasiltas pendidikan prasekolah. Dalam undang-undang, Malaysia mewajibkan lokasi dapur --tempat dengan banyak benda berbahaya untuk anak-anak-- jauh dari tempat kegiatan anak-anak. 

Begitu pula kabel listrik, soket, saklar, dan sambungan listrik di dalam PAUD. Seluruh instalasi elektrik ini harus dipastikan dalam keadaan baik dan aman bagi anak-anak. Pengelola taman kanak-kanak akan didenda apabila terbukti membiarkan instalasi listrik dalam kondisi membahayakan. 

Malaysia sangat detail untuk urusan keamanan. Bahkan urusan cat dinding pun, pengelola diwajibkan memilih bahan yang aman untuk anak-anak. Termasuk pula sistem sirkulasi udara, pencahayaan, serta alat pemadam api.  

Taman kanak-kanak di Malaysia juga tidak boleh didirikan di area rawan bencana semisal di daerah banjir. Sebisa mungkin, fasilitas pendidikan didirikan di lingkungan dengan keluarga-keluarga muda. 

Ada tujuan dari kebijakan lokasi tersebut. Keluarga muda biasanya sangat memerhatikan lingkungan sekitar bagi anak-anak mereka. Kepedulian itu akan membantu meningkatkan keamanan di sekitar tadika dan taska. Di samping itu, tadika dan taska akan diisi oleh anak-anak dari keluarga muda tadi. Hubungan pertetanggaan akan memudahkan komunikasi andaikata terjadi kondisi darurat menimpa seorang anak, semisal tiba-tiba hilang dari pengawasan. Persis seperti yang dialami mendiang Yusuf. (*)

Editor: Fel GM

Senarai Kepustakaan
folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar