Ragam

Dari Nonton Bareng Film Hanya Manusia, Ada Kisah Inspiratif Polwan Polresta Samarinda

person access_time 4 years ago
Dari Nonton Bareng Film Hanya Manusia, Ada Kisah Inspiratif Polwan Polresta Samarinda

Polresta Samarinda nonton bareng film Hanya Manusia bersama para wartawan di Samarinda. (istimewa)

Poresta Samarinda memboyong awak media nonton bareng film Hanya Manusia. Kisah inspiratif dari seorang polwan perwira muda.

Ditulis Oleh: Giarti Ibnu Lestari
Jum'at, 08 November 2019

kaltimkece.id Keluarga besar Polresta Samarinda menggelar nonton bareng "Hanya Manusia". Film yang diputar serentak di bioskop-bioskop Indonesia mulai Kamis, 7 November 2019. Para wartawan turut diboyong. Bertempat bioskop XXI Big Mall Samarinda, Jalan Untung Suropati, Kelurahan Karang Asam Ulu, Sungai Kunjang, Samarinda.

"Hanya Manusia" merupakan film tentang polisi. Produksi Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri. Berdurasi 91 menit. Disutradarai Tepan Kobain. Menceritakan risiko profesi seorang polisi. Dengan tokoh utama Annisa Saras Wati. Diperankan Prisia Nasution.

Annisa adalah seorang perwira muda. Berpangkat Inspektur Polisi Satu (IPTU). Baru pindah tugas ke Jakarta Utara. Bertugas di Satuan Reserse Kriminal di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).

Hari pertama di tempat baru, Iptu Annisa langsung dihadapkan kasus teror. Yakni penculikan anak-anak di bawah umur. Beberapa ditemukan dalam keadaan tak bernyawa.

Kasus rumit yang ditangani perlahan menemui titik terang. Namun lama-lama mengancam keselamatan keluarganya. Adik perempuan Annisa satu-satunya, turut jadi korban penculikan.

Kapolresta Samarinda, Komisaris Besar Polisi Vendra Riviyanto, mengambil banyak inspirasi dari film tersebut. "Saya melihat sisi humanis seorang penyidik. Apalagi seorang polwan. Orangtuanya sudah meninggal. Konflik interest pasti ada,” sebutnya kepada kaltimkece.id.

“Konflik-konflik itulah yang menjadi daya dorong untuk maju. Juga pemicu. Bisa fokus dalam hal laporan masyarakat. Di sini terkait kasus penculikan, Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Jadi judulnya itu sangat pas. Hanya Manusia. Manusia bisa menangis, mengalami kegagalan, dan bahkan lebih dari itu,” sambungnya.

Annisa di Dunia Nyata

Sosok Annisa yang heroik dan inspiratif dalam film "Hanya Manusia",  nyatanya tak hanya ditemukan dalam cerita film. Dalam kehidupan nyata, bisa ditemukan inspirasi serupa dari pengalaman-pengalaman bertugas polisi Tanah Air. Termasuk di Samarinda. Seperti cerita dari Bunga Tri Yulitasari, perwira muda yang saat ini berpangkat Inspektur Polisi Dua.

Ia menjabat Kepala Unit Pendidikan dan Rekayasa Lalu Lintas Satlantas Polresta Samarinda. Jebolan Akademi Kepolisian Semarang Angkatan 2016. Dengan nama Detasemen Satryo Pambudi Luhur.

Sedari awal Bunga yang anak bungsu tiga bersaudara, bercita-cita menjadi jadi pengacara. Tapi ia terus mendapat dorongan dari keluarga untuk jadi polisi. Maka, setelah lulus SMA 7 Surabaya pada 2011, ia mengikuti latihan fisik dan mendaftar sebagai calon Bintara Polri. Mengikuti jejak sang ibunda, AKBP (Purn) Sulastri. Tapi, percobaan awal tersebut gagal. Bunga pun mendaftar di Fakultas Hukum, Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur. Sempat berkuliah setahun. Melanjutkan cita-citanya sebagai seorang pengacara.

Tapi di tengah jalan ketertarikan menjadi polisi bertumbuh. Kakak lelakinya yang saat itu menuntut ilmu di Akademi Kepolisian Semarang, rajin membawa dokumentasi kegiatan dalam bentuk compact disc. Bunga kerap menonton. Hingga terdorong kembali mencoba.

Sayang, percobaan kedua masih tak membuahkan hasil. Ia tak patah arang. Dukungan keluarga dan tekad kuat jadi motivasi besar. Hingga Bunga akhirnya lulus dari seleksi.

Adaptasi bukan hal mudah. Tiga bulan menjadi Taruni Akpol penuh tangisan. Sering merasa ingin pulang. Bahkan nyaris menyerah. Setiap hari harus latihan. Jauh pula dari orangtua. Tapi keadaan perlahan berubah. Seiring berjalannya waktu, Bunga resmi menjadi anggota Polri.

Polisi wanita dengan status perwira muda bukanlah hal mudah. Terjun ke masyarakat membuatnya banyak belajar. Mulai cara menempatkan diri sebagai pimpinan, hingga bersentuhan langsung dengan masyarakat.

Resmi anggota Polri pada 2016, ia bersama enam teman seangkatan ditempatkan sebagai Perwira Pertama di Polda Kaltim. Bertugas selama dua bulan. Setelah itu mendapat penempatan di Polresta Samarinda. Menjadi Kasubnit 1 Turjawali Sabhara selama satu bulan dan bertugas di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) selama 11 bulan.

Sebelum menjabat Kepala Unit Pendidikan dan Rekayasa Lalu Lintas Satlantas Polresta Samarinda, perempuan kelahiran Surabaya, 12 Juli 1993 tersebut, adalah Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Samarinda. Bertugas selama satu tahun lima bulan.

Tak sedikit kasus ditangani. Tak sedikit pula yang masih terkenang. Terutama kasus pembunuhan bayi oleh ibu kandungnya sendiri yang masih berstatus mahasiswa. Kasus itu juga bikin ramai Samarinda pada Januari 2019. Tempat kejadian perkara di suatu indekos Jalan Pramuka, Samarinda Ulu.

"Kasus itu saya tangani dari awal. Banyak intervensi dari luar. Tapi karena saya seorang Kanit yang mempunyai pimpinan, saya harus koordinasi. Banyak intervensi membuat kerja tidak bisa bebas. Komunikasi dan koordinasi dengan pimpinan terus dilakukan agar tidak ada miss," kisah Bunga.

Perempuan yang genap berusia 26 tahun tersebut, mengimbau para orangtua, khususnya yang memiliki anak di bawah umur, untuk selalu waspada. Kebanyakan kasus dengan korban anak adalah penculikan, pembunuhan, asusila, atau kekerasan. Dan rata-rata pelakunya orang dekat.

Perhatian orangtua sangat diperlukan. Memantau perilaku dan mengawasi orang-orang di sekeliling. Sekalipun itu orang terdekat. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar