Gaya Hidup

Mini Soccer, ketika Mahal Bukan Soal

person access_time 1 year ago
Mini Soccer, ketika Mahal Bukan Soal

Penggemar sepak bola di Samarinda lebih memilih bermain mini soccer meski harus merogoh kocek cukup dalam. FOTO: ISTIMEWA

Mini soccer sedang digandrungi warga Samarinda. Omzet satu lapangan bisa menembus puluhan juta rupiah sebulan. 

Ditulis Oleh: Muhammad Al Fatih
Kamis, 26 Januari 2023

kaltimkece.id Enam bocah kecil tanpa alas kaki itu, riuh mengejar bola plastik. Sejenak, permainan mereka terhenti kala gang sempit itu dilalui sepeda motor. Satu di antara bocah-bocah itu, sebut saja Sepiderboi, tetap ceria mengisi sore selepas gerimis di gang kecil yang masuk bilangan Jalan Tantina, Kelurahan Sungai Pinang, Samarinda.

Senin, 23 Januari 2023, Sepiderboi bersama teman-temannya sedang asyik berlarian di halaman parkir bekas Bandar Udara Temindung. Kepada kaltimkece.id, bocah usia sekolah dasar itu bertutur tentang hobi bermain bola. Merogoh kocek, bahkan menghabiskan angpau hadiah saat Imlek, rela dilakukannya. Sepiderboi jadi koordinator patungan dana hingga terkumpul 400 ribu rupiah. Itu akan cukup untuk menyewa lapangan mini soccer, pada level paling murah.

“Mahal, Om. Satu jam 400 ribu. Ini kumpulkan sampai 20 orang, per orang iuran Rp 20 ribu,” ungkap Sepiderboi.

Tarif sewa lapangan mini soccer yang relatif mahal tidak jadi kendala berarti bagi kalangan dewasa. Novi Umar bisa jadi penggambaran. Bersama komunitas bernama Chawoeh FC, pria yang juga musikus itu kerap menggelar main bareng.

“Kami iuran paling murah satu orang Rp 35 ribu, kalau kiper Rp 25 ribu. Kebijakan dari tiap-tiap komunitas, sih," ungkap Novi Umar ketika ditemui kala hendak bermain di lapangan mini soccer di Jalan Juanda 6, Samarinda.

“Komunitas kami dari berbagai macam golongan. Ada pelajar, mahasiswa, karyawan, ada yang pengangguran juga. Jadi kami lebih berpikir agar tidak memberatkan member,” tambah Novi Umar.

Novi Umar, musikus asal Samarinda yang gemar bermain mini soccer. FOTO: INSTAGRAM NOVI UMAR
 

Satu di antara penyewa lapangan adalah Rahman. Pegawai  perusahaan asuransi itu kerap bermain bersama rekan sejawatnya. Perusahaan tempat ia bekerja kerap memberi subsidi sewa lapangan. Perusahaan menyewakan lapangan upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan.

“Terjangkau aja, sih. Kami kan asosiasi corporate, ada sebagian dana itu di-support dari luar,” ungkap Rahman.

Menurut perhitungan kaltimkece.id, sedikitnya terdapat tujuh lapangan mini soccer di Samarinda. Tersebar di Loa Janan, Palaran, Jalan Juanda, Jalan Pipit, Jalan Urip Sumoharjo, Jalan Ring Road, serta Jalan KH Wahid Hasyim. Antusiasme bermain mini soccer biasa mencapai puncaknya pada malam hari.

Pada akhir pekan atau hari libur, keramaian bahkan terlihat sejak pagi. Harga sewa yang dikenakan pada pukul delapan pagi sampai pukul tiga sore adalah Rp 400 ribu per jam. Sedangkan dari pukul empat sore sampai game terakhir pukul 11 malam, dikenakan tarif Rp 800 ribu sampai Rp 1 juta per jam. 

Dari data tersebut, satu lapangan mini soccer bisa menghasilkan Rp 17 juta dalam sepekan. Itu dengan asumsi semua jadwal terisi semua pada akhir pekan saja. Dalam sebulan, omzet satu lapangan menembus Rp 70 juta atau Rp 844 juta setahun.

Mini soccer di Indonesia saat ini sudah diakui Federasi Sepak Bola Mini Indonesia (FSMI) yang diresmikan pada 2016. Mini soccer atau di Indonesia disebut juga sepak bola mini, awalnya dimainkan pemain kelompok usia dini. Seiring perkembangan waktu, pemain usia dewasa ikut bermain di lapangan yang lebih kecil. Perbedaannya dengan sepak bola normal adalah jumlah pemain dalam satu tim yang lebih sedikit. Lapangannya juga lebih kecil.

Mini soccer berbeda dengan futsal karena ukuran lapangannya. Panjang lapangan mini soccer adalah 50-60 meter sementara lebarnya 20-40 meter. Dalam satu pertandingan, satu tim maksimal berisi sembilan orang. Kebanyakan hanya tujuh orang dalam satu tim.

“Mini soccer ini hal yang baru di Samarinda. Kami memilih ini sebagai cara mencari suasana baru karena selama ini kami bermain futsal. Bagi saya, mini soccer lebih seru karena lebih banyak orangnya,” tutur Novi Umar. “Kalau futsal lebih kecil. Jadi, mini soccer ini dapat atmosfer seperti bermain di lapangan besar,” imbuhnya.

Yayan, pegawai yang menjaga mini soccer di Jalan Pipit, Samarinda menyebut lapangannya selalu penuh untuk jadwal akhir pekan. “Dari pagi sampai malam biasanya penuh. Kalau hari biasa, paling sore sampai malam saja ramainya. Kami tutup jam 12 malam,” ungkapnya.

Perlu Perhatian Pemerintah

Merebaknya mini soccer di Samarinda, menunjukkan antusiasme masyarakat akan sepak bola yang masih tinggi. Menurut pengamat ekonomi yang juga dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mulawarman, Purwadi, pemerintah perlu hadir menjawab fenomena ini. Banyak aset milik pemerintah daerah yang bisa dimaksimalkan untuk kegiatan keolahragaan. Contohnya  Stadion Palaran yang tidak termanfaatkan dengan baik usai Pekan Olahraga Nasional 2008. 

Purwadi, akademikus Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mulawarman. FOTO: ISTIMEWA
 

Purwadi mengungkapkan, yang diperlukan dari pemerintah hanyalah political will. Publik pada dasarnya berhak memanfaatkan fasilitas yang dibangun dengan dana APBD. “Daripada mangkrak, fungsikan saja itu,” sorotnya.

Mengenai tingginya harga sewa lapangan mini soccer, Purwadi menilai bahwa hal itu adalah konsekuensi bisnis. Tingginya permintaan belum sebanding dengan ketersediaan lahan. Semangat berolahraga masyarakat lewat mini soccer pun tidak boleh disia-siakan.

“Kalau nanti jadi atlet, toh bakal diklaim (pemerintah) juga,” pungkasnya. (*)

Dilengkapi oleh: Mika Suhendra

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar