Lingkungan

Jalan Panjang Danielle Kreb Melindungi Pesut

person access_time 1 year ago
Jalan Panjang Danielle Kreb Melindungi Pesut

Danielle Kreb, peneliti pesut Mahakam. FOTO: Nalendro Priambodo

Banyak hal ditemui perempuan berdarah Belanda ini selama 23 tahun menjaga pesut Mahakam. Termasuk kisah cintanya.

Ditulis Oleh: Nalendro Priambodo
Senin, 10 April 2023

kaltimkece.id Kabar gembira itu diterima Danielle Kreb pada 1997. Kala itu, seorang peneliti di Indonesia menelepon Danielle. Si peneliti mengabarkan bahwa Badan Konservasi Sumber Daya Alam Kaltim sedang mencari tim peneliti satwa sungai terutama pesut Mahakam. Hasil penelitiannya dibutuhkan pemerintah untuk dijadikan bahan pertimbangan mengambil kebijakan konservasi mamalia purba yang terancam punah itu.

Danielle yang sudah lama mengimpikan meneliti lumba-lumba air tawar tak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Perempuan kelahiran Emmerloord, Belanda, ini segara mengajukan diri menjadi bagian dari tim peneliti satwa sungai. Dalam waktu singkat, pengajuannya disetujui. Tahun itu juga, ia terbang ke Kaltim walau belum pandai berbahasa Indonesia.

“Saya belajar bahasa Indonesia di pesawat pakai headset,” kenang Danielle yang kini fasih berbahasa Indonesia kepada kaltimkece.id.

Setiba di Bumi Etam, Danielle lekas bergabung dengan tim peneliti dari BKSDA. Menggunakan perahu, mereka bersama-sama menyusuri Sungai Mahakam yang menjadi habitat pesut. Penyusurannya dimulai dari Muara Kaman (Kabupaten Kutai Kartanegara) hingga Long Bagun (kecamatan di Kabupaten Mahakam Ulu).

Setelah menempuh perjalanan sekitar 10 kilometer, perahu yang mereka tumpangi mengisi bensin di Bukit Jerung. Saat pengisian BBM masih berlangsung, Danielle melihat sekor pesut berenang santai di permukaan sungai. Ia senang bukan main. Bibirnya tersungging lebar.

Menurut Danielle, pesut memiliki ciri fisik yang unik. Bibir hewan bernama latin Orcaella brevirotris itu melengkung ke mata sehingga membuatnya tampak seperti tersenyum. Sejak pertemuan perdananya itu, Danielle menyatakan jatuh hati kepada pesut Mahakam. Ia bertekad menjaga dan melindungi mamalia yang juga sering disebut lumba-lumba air tawar ini.

“Saya sangat terharu. Ada lumba-lumba yang hidup di Sungai Mahakam,” kata Danielle.

Setelah program penelitiannya selesai, Daniella kembali ke Belanda untuk melanjutkan kuliah S-2. Sepanjang studi, ia mengaku kerap gelisah memikirkan pesut Mahakam. Penyebabnya, setelah penelitian, ia belum mendapat kabar mengenai upaya konkret menjaga keberlangsungan hidup pesut Mahakam.

Pada 1998 setelah kuliahnya selesai, Daniella mendapat tawaran menjadi relawan peneliti lumba-lumba punggung bungkuk Indo-Pasifik di Hongkong. Tawaran tersebut segera disambutnya. Dari penelitian itu, ia mendapat banyak pengetahuan mengenai lumba-lumba air tawar.

Beberapa tahun kemudian, Danielle berkunjung ke Kaltim untuk meneliti pesut Mahakam. Dalam penelitian ini, ia bekerja sama dengan Budiono, alumnus Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda. Kepada lelaki tersebut, Danielle kerap berbagi cerita tentang apa saja, termasuk mengenai kegelisahannya akan ancaman pesut.

Suatu hari di bahwah pohon di Unmul, Danielle berdiskusi dengan Budiono dan sejumlah mahasiswa Fakultas Kehutanan. Budiono memberikan tanggapan atas kegelisahan Danielle. Menurutnya, jika hanya mengandalkan pemerintah akan susah mengajak masyarakat mengatasi ancaman pesut. Diskusi ini pun mencetuskan sebuah ide yaitu mendirikan yayasan yang berfokus terhadap konservasi satwa air yang terancam punah.

Pada tahun 2000, yayasan tersebut lahir dengan nama Rare Acuatic Species of Indonesia atau RASI. Danielle mengatakan, nama RASI diambil dari nama salah satu makhluk pelindung Sungai Mahakam yang menjadi cerita mitologi masyarakat lokal. Berdasarkan informasi yang dihimpun Danielle, rasi berbentuk ular naga. Jika hewan tersebut ditangkap, musibah akan terjadi. Kepada Danielle, sejumlah warga mengatakan, musibah itu pernah terjadi pada 1996.

“Jadi secara filosofi, kami ingin mengembalikan pelindung Sungai Mahakam ke Mahakam,” ujar Danielle. Ia menyelesaikan studi S-3 di Universitas Amsterdam pada 2004. Studi tersebut mengulas tentang perbandingan pesut di Sungai Mahakam dan Teluk Balikpapan. Belakangan, Budiono menikahi Danielle.

Aktivitas pesut di Sungai Mahakam, Kaltim. FOTO: Nalendro Priambodo

Ragam Ancaman Pesut

Di Yayasan Konservasi RASI, Danielle menjabat peneliti sekaligus manajer program. Program-programnya terdiri dari penelitian lapangan, pelestarian, dan edukasi pesut Mahakam. Semua program tersebut dijalankan berdasarkan sejumlah riset yang dilakukan RASI sejak awal berdiri.

Sepanjang 1999 sampai 2018, RASI memublikasikan sekitar 50 artikel ilmiah tentang pesut di Sungai Mahakam dan Teluk Balikpapan. Empat artikel di antaranya merupakan buku panduan pendidikan lingkungan hidup Sungai Mahakam yang dikhususkan bagi guru SMP dan SMA.

Salah satu program RASI adalah menyosialisasikan penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan dan pesut kepada nelayan. Sebelumnya, yayasan tersebut beberapa kali menemukan pesut terjaring alat tangkap ikan alias rengge. Mengatasi masalah itu, para peneliti membuat alat tangkap ikan yang dipasangi pemancar sinyal ultrasonik. Alat ini dibuat setelah mereka mempelajari sistem sonar dan kebiasaan makan pesut. Sedikitnya 200 alat tangkap tersebut telah dibagikan kepada para nelayan.

Danielle menjelaskan, pemancar ultrasonik yang dipasang di alat tangkap ikan memiliki daya 125 desibel dengan rentan frekuensi 50-120 kilohertz (kHz). Alat ini dapat menjauhkan pesut dari jaring nelayan. Risiko pesut terjerat dan mati di jaring pun bisa diminimalisasikan.

RASI juga melibatkan masyarakat setempat untuk mengevakuasi pesut yang terjerat jaring nelayan. Warga diberi pemahaman bahwa lubang di atas kepala pesut adalah lubang pernapasan. Dalam mengevakuasi pesut, lubang tersebut penting dijaga agar tidak kemasukan air.

Ancaman lainnya adalah limbah. Danielle mengatakan, sepanjang Sungai Mahakam yang menjadi habitat pesut, banyak ditemui limbah industri sawit, batu bara, dan sampah rumah tangga. Limbah-limbah tersebut disebut dapat menganggu kehidupan pesut.

Berdasarkan hasil penelitian RASI selama bertahun-tahun, 90 persen populasi pesut Mahakam berada di perairan sungai Kutai Kartanegara. Rata-rata tingkat kelahiran pesut Mahakam adalah empat sampai tujuh ekor per tahun. Seekor pesut dapat hidup selama lima tahun. Pada 2018, ditemukan 11 ekor pesut mati. Kematian ini disebut yang terparah dalam 20 tahun terakhir.

“Pada 2021, kami menghitung, populasi pesut Mahakam sekitar 67 ekor dengan perkiraan maksimal 74 ekor,” beber Danielle yang juga aktif melatih penanganan mamalia laut terdampar. Kegiatannya kerap bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan. 

Daniella mengungkapkan, pesut memiliki fungsi vital bagi ekosistem, hiburan, dan kebudayaan masyarakat lokal. Sebagai predator puncak, pesut bertugas menjaga keseimbangan rantai makanan di sungai. Kemunculan pesut di permukaan sungai juga menjadi penanda keberadaan dan musim ikan dan udang.

“Pesut aktif menggiring ikan ke pinggir sungai sehingga memudahkan ikan ditangkap nelayan,” katanya.

Pesut pun aktif mengaduk-aduk dasar sungai. Gerakan tesebut, sambung Daniella, membantu plankton naik ke permukaan air untuk fotosintesis menghasilkan oksigen. Plankton itu akan dimakan zooplankton yang kemudian dimakan ikan dan udang. Ikan dan udang adalah santapan favorit bagi pesut dan banyak manusia. Dengan demikian, jika ekosistem Sungai Mahakam rusak, maka dapat mengganggu kehidupan lainnya termasuk manusia.

“Apalagi jika terkena racun. Bisa menghilangkan salah satu objek wisata di Kukar,” kata Danielle yang menjadi dosen luar biasa di Fakultas Perikanan dan Kelautan dan pembimbing mahasiswa S-1 hingga S3 ini. Tugas tersebut diembannya sejak 2017 sampai sekarang.

Demi menjaga Sungai Mahakam dari ancaman kerusakan, RASI bersama masyarakat menginisiasi pembentukan penjaga lingkungan atau ranger di lima kecamatan di Kukar. Dalam setiap pertemuan nelayan, para relawan ini mendorong penghentian penangkapan ikan secara ilegal seperti menggunakan listrik dan racun. Termasuk imbauan pengurangan sampah plastik ke sungai.

Danielle Kreb bersama timnya aktif mengedukasi masyarakat tentang perlindungan pesut. FOTO: Nalendro Priambodo

Danielle mengaku, punya kenangan buruk soal racun ikan. Pada November 2021, timnya mendapati seekor pesut yang sedang hamil mati di Muara Muntai, Kutai Kartanegara. Bangkai tubuhnya menghitam. Danielle marah besar melihat temuan tersebut. Pesut yang diberi nama Musmus itu merupakan hewan kesayangannya.

Setelah dinekropsi atau autopsi hewan, uterus Musmus ditemukan lembek dan membesar. Hasil uji laboratorium menyimpulkan, Musmus mati karena keracunan potasium. Sejumlah peneliti menduga, makanan favorit pesut tercemar racun sehingga membuat sistem pencernaan dan alat reproduksi Musmus rusak berat.

“Kemungkinan udang yang terpapar racun sehingga Musmus terlalu lemas mengikuti anaknya. Akhirnya, dia mati sendiri,” papar Danielle.

Musmus bukan satu-satunya pesut yang mati akibat aktivitas manusia. RASI juga pernah menemukan kandungan logam berat seperti merkuri dan arsenik yang puluhan kali melebihi baku mutu air di jasad pesut Mahakam bernama Georgi. Pesut betina itu mati karena diduga terkena jaring kapal. Di sekujur tubuhnya terdapat banyak kutil. Hal ini mengindikasikan Georgi berusaha membuang zat berbahaya lewat tubuhnya. Georgi diketahui lama hidup di perairan Sungai Ratah–anak Sungai Mahakam di Mahakam Ulu.

“Saya sempat stres dan menangis saat tahu pesut mati karena polusi,” ucap Danielle tercekat.

Dewasa ini, ancaman pesut Mahakam semakin masif. Lalu-lalang kapal pengangkut batu bara, barang, dan penumpang dilaporkan semakin banyak di Sungai Mahakam. Keberadaan kapal-kapal ini dinilai dapat mengganggu sonar pesut. Akibatnya, potensi tabrakan dan kematian pesut semakin tinggi.

Setelah 23 tahun mengabdi untuk pesut, Danielle yang kini berusia 52 tahun mengatakan, semakin banyak orang-orang yang peduli terhadap nasib pesut Mahakam. Kepedulian juga datang dari pemerintah. Pemkab Kukar tengah membuat Rancangan Peraturan Daerah tentang Kawasan Konservasi Perairan Habitat Pesut Mahakam. Rancangan ini diajukan ke wakil rakyat pada akhir 2022 lalu.

Perda ini bisa menjadi salah satu solusi melestarikan pesut yang kini berada di jurang kepunahannya,” tutupnya. (*)

shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar