Politik

Bicara Penganggaran Berbasis Gender, Hetifah Sarankan Bentuk Mother Center

person access_time 4 years ago
Bicara Penganggaran Berbasis Gender, Hetifah Sarankan Bentuk Mother Center

Aktivitas Hetifah Sjaifudian dalam resesnya di Kukar. (fachrizal muliawan/kaltimkece.id)

Perempuan bukan sekadar pelengkap dalam perpolitikan. Lebih dari itu, bisa pula sebagai inisiator dari lahirnya program-program krusial.

Ditulis Oleh: Fachrizal Muliawan
Senin, 23 Desember 2019

kaltimkece.id Reses masa persidangan I Tahun Anggaran 2019/2020 DPR RI sedang berlangsung. Hetifah Sjaifudian, anggota DPR RI daerah pemilihan Kaltim menyambangi Kutai Kartanegara sebagai lokasi pertama rangkaian resesnya. Dalam reses tersebut, wakil ketua komisi X DPR RI tersebut mengisi materi dalam diklat mengenai pemahaman gender budget dalam APBN dan APBD.

Guna diklat yang dihelat DPD II Golkar Kukar tersebut agar memberi pemahaman dan memperkuat peran kader Golkar. Terutama dalam pembangunan Kukar. Berbagai permasalahan perempuan disampaikan diklat yang dilaksanakan pada Sabtu, 22 Desember 2019 di Hotel Grand Elty Singgasana, Tenggarong tersebut. Hetifah menuturkan, sudah saatnya perempuan di kancah politik bukan sekadar menjadi ada. "Namun juga mesti berpengaruh," terangnya.

Saat ini, lanjut Hetifah, akses perempuan terhadap proyek pemerintah masih sangat terbatas. Perempuan, terkesan menunggu hasil saja. "Sudah hanya menunggu, belum tentu proyek tersebut memberi benefit terhadap kaum hawa," tuturnya. Nah, di situlah pentingnya gender budgeting atau bisa disebut penganggaran berbasis gender. Yakni keputusan-keputusan penganggaran berorientasi pada perspektif gender. “Gender budget gampangnya sama seperti rumah tangga. Dalam rumah tangga, perempuan harus punya peran dalam menentukan keuangan keluarga mau dibawa ke mana," jelasnya.

Agar pemahaman terhadap gender budgeting merata politikus Golkar itu menyarankan dibentuknya mother center di kecamatan-kecamatan di Kukar. Pembentukan mother center tersebut berdasar masukan peserta diklat. Mulai susahnya mereka mendapat informasi untuk program peningkatan kapasitas diri, memasarkan produk, advokasi hukum, hinga konsultasi psikolog. "Namun yang mesti ditekankan, bukan berarti membentuk lembaga baru bernama mother care," terangnya. Mother care dibentuk di dalam komunitas-komunitas perempuan sudah eksis. Misalnya posyandu dan kelompok pemberdayaan kesejahteraan keluarga atau PKK. "Itu yang menjadi titik masuk," ujarnya.

Dia menjelaskan, bila ada kelompok PKK tingkat kecamatan di Kukar ada yang siap, bisa menjadi pilot project. "Bisa dikatakan itu bakal menjadi embrio, kami dari legislatif siap membantu," ujarnya. Disinggung soal program, Hetifah menuturkan, mother care mesti menggandeng pemerintah. "Ini agar proses gender budgeting tadi berjalan," ujarnya.

Hetifah melihat, selama ini pemerintah membuat program berdasar sudut pandang mereka saja. Misal membuat pelatihan A, padahal perempuan memerlukan pelatihan B. "Hal-hal yang seperti itu yang akan dibahas. Bisa dibilang ini menjadi clearing house. Tempat bertemunya aspirasi dengan program, agar program tepat guna," tuturnya. Secara formal biasanya dilaksanakan dalam musyawarah perencanaan pembangunan atau Musrenbang. Kesemua tujuan lagi-lagi agar pemerintah membuat program berdasar riset.

Diwawancara terpisah, Ketua DPD II Golkar Kukar Abdul Rasid menuturkan, program mother center yang direncanakan tersebut mesti didukung. Pasalnya, keterlibatan perempuan di Kukar selama ini belum maksimal. "Terlebih soal program pemerintah," ujarnya. Pria yang juga menjabat ketua DPRD Kukar tersebut mengatakan, adanya mother center bisa menjadi wadah mengumpulkan aspirasi para kaum hawa.

Di legislatif, lanjut Rasid siap mendukung bila program mother center dimulai. "Siapa tahu dari situ lahir perempuan-perempuan tangguh," ujarnya. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar