Politik

Memenangkan Kotak Kosong, Menghukum Elite Politik (1): Teguran Rakyat karena Gagal Siapkan Kader

person access_time 3 years ago
Memenangkan Kotak Kosong, Menghukum Elite Politik (1): Teguran Rakyat karena Gagal Siapkan Kader

Rahmad Masud (kiri) dan Edi Damansyah, dua calon kepala daerah tunggal di Balikpapan dan Kutai Kartanegara.

Calon tunggal tersaji di dua pilkada. Gerakan memenangkan kotak kosong mengemuka. 

Ditulis Oleh: Giarti Ibnu Lestari
Minggu, 20 September 2020

kaltimkece.id Dua kontestasi kepala daerah di Kalimantan Timur dipastikan diikuti satu pasangan calon. Peserta tunggal Pemilihan Wali Kota Balikpapan adalah pasangan Rahmad Masud dan Thohari Azis. Sementara kontestan Pemilihan Bupati Kutai Kartanegara yaitu duet Edi Damansyah dan Rendi Solihin. Kedua daerah memiliki persamaan yakni calon tunggal merupakan “petahana.” Mereka akan melawan kolom kosong atau lebih populer disebut kotak kosong.

Meskipun bukan yang pertama di Indonesia, calon tunggal di Balikpapan dan Kukar adalah yang perdana di Bumi Etam. Pasangan Rahmad Masud-Thohari Azis didukung dan diusung delapan parpol. Koalisi terdiri dari Partai Perindo, PKB, Partai Demokrat, Partai Gerindra, PKS, PDI Perjuangan, PAN, dan Golkar dengan total 40 dari 45 kursi. Tidak ada kursi tersisa bagi pasangan lain yang memerlukan minimal 20 persen dari 45 kursi atau sembilan kursi.

Di Kutai Kartanegara, Edi Damansyah-Rendi Solihin didukung dan diusung sembilan parpol. Parpol yang bersekutu terdiri dari Partai Golkar, PDI Perjuangan, Partai Gerindra, PAN, PKS, Partai NasDem, Perindo, PPP, dan Partai Hanura. Edi-Rendi didukung 40 pemilik kursi di parlemen. Lima kursi yang tersisa juga tidak cukup buat pasangan calon yang lain.

Kemunculan calon tunggal segera melahirkan gerakan pemenangan kotak kosong. Di Balikpapan, gerakan tersebut bernama Tim Pemenangan Kotak Kosong yang diketuai Abdul Rais. Gerakan ini mulai menghimpun banyak dukungan di media sosial. Kepada kaltimkece.id, Abdul Rais menyayangkan kotak kosong harus turut serta dalam pilkada. Padahal, menurut pria yang berprofesi sebagai advokat ini, demokrasi adalah memilih calon-calon kepala daerah.

"Demokrasi sempurna bila diikuti oleh banyak calon, minimal dua pasangan," katanya.

Abdul Rais menambahkan, Rahmad Masud-Thohari Azis seharusnya bisa merelakan beberapa kursi demi demokrasi yang sempurna. Sebagai masyarakat Balikpapan, Abdul Rais memilih menyosialisasikan kotak kosong kepada masyarakat.

“Yang harus diingat, kotak kosong sah secara konstitusi sehingga perlu disosialisasikan,” terangnya.

Menghukum Elite Politik

Yang paling kasat mata dari antara penyebab munculnya calon tunggal adalah hampir semua kursi dukungan diborong. Bisa juga, dengan kata lain, partai politik (parpol) ramai-ramai mendukung dan mengusung satu pasang. Akademikus dari Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman, Samarinda, Herdiansyah Hamzah, membeberkan sejumlah faktor tersebut.

Pertama, aksi borong dukungan partai. Calon tunggal di Balikpapan dan Kukar sama-sama berasal dari petahana. Menurut Castro, panggilan pendek Herdiansyah, ada semacam simbiosis mutualisme antara petahana dan parpol. Aksi borong dukungan parpol dianggap sebagai strategi petahana dalam mempertahankan kekuasaan. Sementara parpol memberikan dukungan lantaran petahana memiliki sumber daya yang besar, baik uang maupun kekuasaan.

“Faktor kedua adalah krisis kader akibat kegagalan parpol dalam kaderisasi dan rekrutmen,” terang Castro. Parpol terkesan tidak percaya diri menyorong kader kendati memiliki perahu politik yang besar di DPRD.

Faktor ketiga adalah praktik mahar politik. Tidak bisa dipungkiri, terang Castro, mahar politik menjadi syarat mendapatkan dukungan parpol. Mahar bahkan diminta saat pendaftaran pasangan bakal calon dibuka berbungkus biaya survei, saksi, dan lain-lain. Pada akhirnya, petahana paling memungkinkan memperoleh dukungan karena memiliki sumber daya finansial yang memadai.

Ongkos gede untuk mahar pilkada yang disampaikan Castro selaras dengan penelitian Komisi Pemberantasan Korupsi. Sumber mahar tersebut, menurut Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, dibiayai sponsor. Ada lebih dari 80 persen calon kepala daerah yang disponsori. Menteri Koordinator Polhukam, Mahfud Md, memakai istilah berbeda untuk sponsor ini. Ia menyebutnya cukong.

"Pak Ryaas Rasyid sebagai penggagas otonomi daerah pada era reformasi pernah bercerita, di daerah dia itu, di Sumatera Selatan, kalau menjelang pilkada, rakyat tidak tidur sampai pagi. Lampunya hidup. Mereka tunggu serangan fajar, tunggu amplop,” papar Mahfud seraya melanjutkan, “Sesudah calon yang dibiayai cukong terpilih, melahirkan korupsi kebijakan. Korupsi kebijakan lebih berbahaya dari korupsi uang."

Kembali ke Castro, pihak yang paling bertanggungjawab terhadap calon tunggal adalah parpol. Partai disebut gagal menjalankan fungsi pendidikan politik, kaderisasi, dan rekrutmen. Kedua daerah di Kaltim pun disebut dimonopoli pihak yang memiliki akses dan sumber daya ekonomi.

“Bahkan di internal partai politik cenderung didominasi kelompok yang mapan secara ekonomi. Mereka yang memiliki kemampuan memadai tersingkir,” sambungnya.

Gerakan mendukung kolom kosong, lanjut Castro, harus dipahami sebagai ekspresi kekecewaan. Oligarki politik telah menyebabkan ruang politik bagi publik menyempit. Parpol cenderung dikuasai klan politik tertentu. Memenangkan kotak kosong pun niscaya menjadi hukuman atas kegagalan parpol.

“Gerakan memenangkan kolom kosong harus dihargai dan difasilitasi sebaik mungkin sebagai wujud perlindungan hak konstitusional warga negara. Kolom kosong adalah pilihan legal yang diatur undang-undang,” tegasnya.

Pandangan seragam juga disampaikan akademikus dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman, Lutfi Wahyudi. Memang benar tidak ada yang dilanggar parpol secara prosedur. Namun tidak dari sisi substansi demokrasi. Parpol yang mengirimkan perwakilan di DPRD tidak memegang amanah rakyat. Amanah yang dimaksud, selain mewakili rakyat di bidang politik, adalah menyediakan dan menampilkan calon alternatif dalam pilkada.

Baca Pandangan Lengkap Lutfi Wahyudi secara Menyeluruh:
 

“Secara substansi dalam demokrasi, parpol-parpol meniadakan pilihan bagi rakyat. Ada yang berkelit bahwa diberikan alternatif kotak kosong. Sejatinya, yang memberikan alternatif kotak kosong bukan parpol melainkan undang-undang. Dua hal ini berbeda,” terangnya.

Ketika Kotak Kosong Menang

Makassar, 27 Juni 2018. Pundi-pundi suara kepada kotak kosong mengalir deras. Untuk pertama kalinya di Indonesia, kolom “tidak setuju” menang atas pasangan tunggal Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi. Berdasarkan rekapitulasi KPU setempat, pasangan tersebut hanya mendapatkan 264.071 suara sementara kotak kosong 300.969 suara.

Setelah kolom kosong menang, berdasarkan Undang-Undang 10/2016 tentang Pilkada dan UU Pemerintahan Daerah, yang terjadi adalah kekosongan kepemimpinan. Maka dari itu, ditunjuk pelaksana tugas (plt) atau penjabat kepala daerah hingga periode pemilihan serentak berikutnya. Kalender politik menetapkan, pilkada serentak terdekat dari tahun ini jatuh pada 2024.

Balikpapan dan Kukar bukan dua-duanya daerah dengan pilkada yang diikuti calon tunggal. Dalam pilkada serentak tahun ini, kolom kosong turut serta di 25 daerah menurut Komisi Pemilihan Umum. Semuanya di level pilkada kabupaten dan kota. Jawa Tengah menjadi provinsi terbanyak dengan enam pilkada yang diikuti calon tunggal. Kemudian Sumatra Utara dan Papua Barat ada tiga daerah. Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Sumatra Selatan, dan Kaltim sebanyak dua daerah. Adapun jumlah kotak kosong pada 2020, meningkat lebih dari dua kali lipat dibanding Pilkada Serentak 2018. Dua tahun lalu, hanya 11 pilkada dengan calon tunggal.

Sejumlah ketua parpol di Kaltim menanggapi kemungkinan kolom kosong menang. Ketua DPD Partai Golkar Kaltim, Rudi Masud, memastikan bahwa daerah yang memenangkan kotak kosong tidak bisa maju dan berkembang.

“Tidak ada kegiatan apapun dalam pemerintahan karena yang menjalankan adalah pelaksana tugas. Plt tidak bisa mengambil keputusan besar. Padahal, keputusan itu harus diambil dan harus bisa dipertanggungjawabkan,” jelasnya kepada kaltimkece.id.

Ketua DPW PPP Kaltim, Rusman Yakub, menyatakan jika kotak kosong menang, harus mengikuti mekanisme. Menurutnya, calon tunggal melawan kolom kosong adalah ujian bagi partai politik. 

“Itu risiko, pilihan gitu, lho,” terang Rusman. “Kalau saya, santai saja, sih. Itu risiko politik. Pilihan politik. Setiap pilihan politik ada risikonya.”

Ketua DPD PDI Perjuangan Kaltim, Safaruddin, tidak ingin berandai-andai. “Saya tidak mau membahas yang belum jelas ke depan. Sudah ada aturannya itu,” ucapnya.

Baca Tanggapan Utuh Para Ketua Parpol di Kaltim:
 

Jika parpol berpandangan demikian, tidak halnya dengan kalangan akademikus. Lutfi dari FISIP Universitas Mulawarman meyakini, gerakan memenangkan kotak kosong adalah bentuk hukuman parpol secara politik. Kemenangan kotak kosong akan menyebabkan parpol berpikir ulang. Gerakan ini seperti teguran kepada pemegang kekuasaan bahwa kedaulatan yang sejati dipegang rakyat, bukan elite.

“Ini seperti majikan dan buruh. Sebenarnya, penguasa itu ‘kan buruhnya para rakyat. Rakyat adalah majikan. Jadi, bukan sesuatu yang luar biasa ketika majikan menegur buruhnya dengan cara memenangkan kotak kosong,” ulasnya. (bersambung)

Editor: Fel GM

Indeks Laporan Khusus Memenangkan Kotak Kosong, Menghukum Elite Politik:

 

Temui kami di Instagram!

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar