Cerpen

Ratih Tanpa Smartphone (Bagian-5): Sopir Angkot

person access_time 4 years ago
Ratih Tanpa Smartphone (Bagian-5): Sopir Angkot

Ilustrasi: Nurmaya Liwang (kaltimkece.id)

Pertemuan yang tak biasa dan tak disangka-sangka. 
(Ingin membaca cerita bersambung ini dari awal? Ketuk di sini).

Ditulis Oleh: Es Pernyata
Minggu, 06 Oktober 2019

MASIH ada jalan bagi Ratih untuk tetap duduk di ruang kuliah. Masih terbuka kesempatan baginya untuk membaca buku di perpustakaan kampus dan bertemu sahabat-sahabatnya. Jalan yang tidak mulus tapi bisa menembus sekat penghalang. Sekat itu bernama uang semester dan bayar ojek pergi-pulang.

Ratih telah menjual sepeda motor yang baru dibelinya dua tahun lalu. Sepeda motor itu dulu dicicil dari upahnya sebagai pekerja di warung makan Pak Nanang Kaya. Sepeda motor yang baru saja lunas empat belas hari lalu, cicilan ke -23; angsuran terakhir.

Ia juga telah membayar biaya semester empat sore tadi saat mobil kas bank yang biasa parkir di dekat mesjid kampus bersimpun-simpun. Hampir terlambat. Hari ini adalah hari terakhir batas waktu pembayaran uang kuliah. Saat Ratih melunasinya, karyawan di mobil kas mengatakan Ratih beruntung karena kas sebentar lagi tutup.

Ratih beranjak ke tempat parkir. Lega sudah hatinya. Paling tidak untuk sementara waktu. Tempat parkir sepeda motor sudah tak sesak. Tak ada lagi yang masuk. Seorang demi seorang mulai meninggalkan kampus. Terasa lengang.

Ratih mencari sepeda motornya tapi ia tak menemukannya. Pikirannya mulai kacau. Ia kuatir sepeda motor itu raib disikat maling. Bagai tersengat listrik, Ratih tersentak. Ia baru sadar, sepeda motornya baru saja terjual. Geli, lucu, dan menyedihkan. Geli, lucu bercampur sedih menuntunnya untuk menapaki jalan lingkungan kampus menuju pintu gerbang.

Ia tahu, tak ada angkot dari kampus menuju rumah. Tak pula ia lihat ada ojek. Ratih pun terus saja berjalan kaki menyusuri jalan raya yang sibuk ini. Batinnya berbisik, sesekali berjalan kaki di sore hari menyeberangi Jembatan Mahakam menarik juga untuk dilakukan.

Selama ini, jembatan itu ia lewati dengan sepeda motornya. Ratih bersyukur telah memutuskan dirinya meniti sisi kiri jembatan khusus untuk pejalan kaki. Dari lajur pejalan kaki, ia melihat matahari sore merayap turun ke belakang Kota Samarinda.

Di bawah jembatan, ponton-ponton batu bara membentuk barisan tunggal dari arah hulu. Jaraknya mungkin hanya 250 meter antar-ponton itu. Ponton atau tongkang itu berisi batu bara yang tampak seperti bukit-bukit berjejer. Entah berapa nilai rupiahnya setiap ponton itu.

Ponton bagi penduduk Samarinda dan sekitarnya bukanlah benda asing. Setiap hari ponton itu bisa disaksikan berbaris di sungai Mahakam. Ponton adalah suatu jenis kapal dengan lambung datar mirip sebuah kotak besar yang mengapung. Ponton biasanya digunakan untuk mengangkut barang dan ditarik dengan kapal tunda.

Hampir semua barang bisa diangkut, baik berukuran kecil maupun besar. Berukuran rendah maupun tinggi. Mulai mesin, kendaraan, alat-alat berat, pasir, kerikil, batu gunung, hingga batu bara. Ponton di Samarinda umumnya digunakan untuk mengangkut batu bara. Ponton-ponton itu, karena tak punya mesin, maka perlu bantuan untuk menariknya. Penarik ponton itu lazim disebut sebagai kapal tunda atau tugboat.

Kapal tunda adalah kapal yang dapat digunakan untuk bermanuver atau pergerakan, utamanya menarik atau mendorong kapal lain. Baik kapal di pelabuhan, laut lepas, atau melalui sungai dan terusan. Kapal tunda memiliki tenaga yang besar bila dibandingkan dengan ukurannya. Kapal tunda zaman dulu menggunakan mesin uap, saat ini menggunakan mesin diesel. Mesin induk kapal tunda biasanya berkekuatan antara 750 sampai 3.000 tenaga kuda (500 sampai 2000 kW). Kapal yang lebih besar (digunakan di laut lepas) dapat berkekuatan sampai 25.000 tenaga kuda (20.000 kW). Kebanyakan mesin yang digunakan sama dengan mesin kereta api, tetapi di kapal menggerakkan baling-baling. Untuk keselamatan, biasanya digunakan minimum dua buah mesin induk.

Di sepanjang tepian Sungai Mahakam di perairan Samarinda, banyak berdiri industri pembuatan ponton dan kapal tunda. Industri ini mampu menyerap banyak tenaga kerja. Industri ini juga mampu menghasilkan ponton dan kapal tunda yang diminati tidak saja dari dalam negeri tapi sampai mancanegara.

Banyak di antara pemilik industri kapal ini yang sekarang sudah kaya raya. Mereka melebarkan sayapnya di perdagangan, mal, dan hotel. Apalagi sejak industri batu bara dalam 20 tahun terakhir maju pesat.

Sayangnya, ayah Ratih termasuk yang tidak menjadi bagian yang mendapatkan rejeki dari industri batu bara dan industri ponton dan kapal yang banyak bertebaran. Ayahnya, Perwira, hanyalah mantan karyawan penjualan sepeda motor yang pernah mendekam di penjara karena menyelewengkan uang setoran.

Sayang, Ratih tidak beruntung sebagaimana beruntungnya mereka yang bisa menonton film di bioskop-bioskop megah di lingkungan mal. Ratih hanyalah seorang gadis rupawan, mahasiswa program studi manajemen destinasi pariwisata yang kini berjalan kaki di atas Jembatan Mahakam.

Gadis itu kini sudah tiba di seberang. Berdiri di depan pusat perbelanjaan elektronik menunggu angkot jurusan Loa Bakung, tempat tinggalnya. Gadis itu menyetop angkot warna hijau dan mengambil posisi di kursi pojok kiri belakang. Angkot berhenti di Terminal Sungai Kunjang. Seorang demi seorang penumpangnya turun. Karena posisinya di belakang, Ratih turun belakangan.

"Untukmu gratis," kata sopir angkot saat Ratih menyerahkan uang pecahan 5 ribu rupiah. Ratih terbelalak. Sopir angkot itu adalah Burhan Magenta, kawan kuliahnya. (bersambung)

Serial selanjutnya, ketuk 
Tentang penulis 
Syafruddin Pernyata atau Es Pernyata, lahir Loa Tebu (Tenggarong), 28 Agustus 1958. Alumnus Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Mulawarman serta Program Studi Linguistik (Magister) Universitas Padjadjaran Bandung. Pernah bekerja sebagai guru,  dosen,  wartawan, dan birokrat. Tugas sebagai birokrat ialah Karo Humas, Kepala Dinas Pendidikan, Kaban Perpustakaan, Kepala Diklat, dan Kepala Dinas Pariwisata Kaltim.
Karya yang diterbitkan: Harga Diri (kumpulan cerpen),  Aku Mencintaimu Shanyuan (novel),  Nanang Tangguh dan Galuh Intan (novel), Belajar dari Universitas Kehidupan (kisah motivasi), Ujar Mentor Jilid 1 dan 2 (buku motivasi), Zulaiha (novel), Aku Bulan Kamu Senja (novel), Awan (novel).
folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar